Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Yang Pernah Kusebut Rumah

24 Juli 2024   09:47 Diperbarui: 24 Juli 2024   17:49 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingin bisu dan membisu, tapi sudah lebih dari satu dasawarsa itu acapkali gagal. Dan, tahun-tahun berikutnya, belum bisa memastikan, bisa membisu atau kembali gagal untuk membisu.

Karena baru-baru ini aku mendapati pertanyaan bodoh dari kamu yang pernah kusebut rumah. Kalau aku mati datangnya kau dek? Aku dengan jelas mengatakan tidak. Karena aku benci keadaan kita. Entah kebencian apa yang mendasari.

Kepada kamu yang pernah kusebut rumah, baik-baik sajalah di sana. Jangan merelakan dirimu mati karena kebodohan, aku benci mendengar suaramu yang mengatakan "hancur kali aku inang". Jangan seperti itu, aku merasa bersalah. 

Sesekali bisa mendengar tawa dan ceritamu saja aku sudah cukup, pernah aku tergesa memiliki keputusan barangkali juga kamu pun begitu, dan aku mengakui kesenjangan yang ada di antara kita mayoritas adalah kegagalanku. 

Ketika aku mendengar, deru nafasmu yang tersendat, seketika itu juga aku merasa hancur. Mengingat interaksi, juga daya tarik yang pernah ada, aku menyesal waktu itu dengan keputusanku, aku benar-benar berharap kamu akan baik-baik saja.

Aku takkan pernah sengaja lupa tentang kamu, rekam jejak yang pernah ada akan seperti halaman buku yang pada akhirnya akan tertutup. Namun bukan pula, hancur dan memusnahkan. Kepada kamu yang pernah kusebut rumah, siapapun pemilik rumah yang akan kamu tuju, kuat dan bertahanlah. Jangan jadikan rumahmu tanpa jendela. Panas, menggelap dan penuh keributan. 

Yang pernah kusebut rumah, entah juga pernah menyebutku sebagai rumah, mari menabur harapan demi harapan baik untuk kita masing-masing. Dan barangkali ke depan kita akan kembali bisa saling bercerita dengan titik-titik yang menjadi garis dalam kehidupan kita masing-masing. 

Karena kita adalah titik yang takkan pernah menjadi garis.

***

Rantauprapat, 24 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun