Beginilah hidup, penuh keisengan dan keusilan. Ah, sial memang.
Terlalu panjang jeda antar kesadaran dan tanggung jawab, bajingan yang harusnya menjadi kepatutan malah jatuh pada dosa yang merayu. Aku, pikiranku mengeluarkan banyak umpatan walaupun berujung kesia-siaan.
Ini sepak terjang yang paling gila dan menjijikkan.
Terluka, sakit, kisah yang dahulu suram, terang-terangan terbuka kembali, dasar bajingan, bajingan, dan bajingan. Aku marah, muak, dan malu. Namun, aku harus kuat demi ibu.
Bu, apa yang kau pikirkan tentang bajingan itu? Kau tak mengatakan rasa sakit dan terlukamu, namun jauh lebih terluka atas yang terjadi. Karena setengahnya aku ada berasal dari dia. Kuatlah bu, agar aku kuat. Banyak hujan air mata yang tumpah, secara tiba-tiba dan beruntun. Gagu aku membaca hiruk pikuk duniaku.
Ini aku dan cerita perjalanan di bulan juni, aku dan kisah si bajingan, sesak untuk membayangkan apa lagi yang akan dibayar di perjalanan ke depan, bulan juni saja masih ada setengah putaran lagi. Sbab ulah bajingan, terlalu banyak wajah duka.
Tuhan, kuatkan aku terlebih ibu.
Aku memutuskan memiliki penerimaan. Biarlah Tuhan yang berperkara terhadap si bajingan. Jika aku kalah, ibu juga akan kalah. Tak ada teduh jika terus meraung dalam ratap tangis.
Bu, tetaplah sehat. Ibu, sumber energi positif bagiku. Aku mengasihimu.
***
Rantauprapat, 17 Juni 2023
Lusy Mariana Pasaribu