Tidak mudah melepas kebencian, selepas khianat nyata. Cinta yang pernah berbuah, diterlantarkan dan menjadi masalah. Harapan yang disemogakan pun hancur.
Khianat, khianat. Hidup sudah rumit, semakin sulit dengan kemalangan karena khianat. Tak ada daerah bahagia hari ini, mungkin setelah matahari terbenam barangkali.
Ada hujan di halaman hati, menyesakkan. Lesap dari kesadaran diri, buat luruh dan mengeluh. Mengeluarkan kata-kata pedas, tak mampu menggugurkan helai-helai kesedihan. Gagal memerdekakan hati dan pikiran. Bagaimana nafas seolah tidak terputus, batuk terus mengganggu buat derita. Ada yang berkata, jangan terlalu banyak pikiran. Tak kunjung berhasil dilakukan.
Di sebuah pagi waktu hujan, di selasa terakhir bulan ini, ada perut yang tidak diisi karena khianat. Hidup oh hidup, selalu penuh drama. Ini tentang kesadaran ditinggalkan pergi, khianat dan khianat terjadi. Tak lagi melihat diri sendiri dengan benar, menjadi asing seasing-asingnya.
Pagi ini seperti malam yang penuh gelisah, banyak persembunyian. Hu. Khianat, khianat buat terhenti dari kepercayaan. Di suatu hari yang entah, masih ada kah pencerahan?
Semoga.
***
Rantauprapat, 25 Oktober 2022
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H