Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Kisah tentang Kekalahan dan Perempuan Itu

28 Juli 2021   22:22 Diperbarui: 28 Juli 2021   22:51 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi via twitter/@kulturtava

Menjadi perempuan dewasa yang bertumbuh, sungguh perempuan itu ingin. Hari ini, ia tidak berhasil menghidupi itu. Kekejaman kata yang diterimanya, buat ia layu dan mengering. Terasing dari penerimaan hidup. Jangan cengeng, berkali-kali ia mengucapkan itu. Tetap saja air mata memang ada di mata telanjangnya.

Perempuan itu kembali berdansa dengan sebuah kisah tentang kekalahan. Dibandingkan dengan perempuan lain. Sakit. Pun merasa tidak diterima. Entah sudah berapa banyak tanya di hidup perempuan itu, kenapa dan mengapa disabilitas ini melekat pada dirinya? Pertanyaan yang belum kadaluwarsa. Ia tumbuh dewasa tapi tidak seutuh dan sepenuhnya.

Hidup tapi sebenarnya mati.
Mati tapi sebenarnya hidup.
Entah kenapa pernyataan ini seolah menertawakan diri perempuan itu. Bodoh. Ini sebuah kisah tentang kekalahan dan perempuan itu. Ia terkadang tidak mampu menjaga kesehatan mentalnya. Sedang sakit, bersimpuh di dalam hamparan semu belaka. Berani memulai kisah baru yang tidak seharusnya dimasuki. Kemudian, membiarkan tamu masuk dengan melewati batas.

Malam ini, perempuan itu tidak bersuka. Lari dan menjauh, benar-benar mau melakukan itu. Seandainya ia mampu, sayangnya itu mustahil. Andai yang tak akan pernah menjadi nyata. Perempuan itu bernada kebimbang raguan, ia berduka cita. Bagaimana mungkin, ia tidak terluka dan merasakan sebuah kisah tentang kekalahan jika harus menuai apa yang tidak pernah ia tabur.

Lagi, perempuan itu bertikai dan membunuh ketenteraman hatinya sendiri. Lalu perempuan itu pergi bersama penyesalan, tak mampu memerdekakan hati sendiri. Hujan malam ini, seolah tak mengurungkan niatnya menggoda perempuan itu. Begitulah saat cinta berujung salah. Rasa yang kebablasan. Lebih tepatnya, sensitif yang kebablasan. Dasar perempuan itu.

Ya, begitulah.

***
Rantauprapat, 28 Juli 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun