perempuan itu meninggalkan duka luka. Tenang teduh menghilang. Berkata menerima tapi yang didapati sejarah yang dahulu kembali terulang. Cinta, cinta dan cinta. Seperti bualan belaka. Saat cinta berujung salah, maka tangis tak tertahan. Meski hanya dalam diam.
KetikaSaat cinta berujung salah, harus kalah dengan kemalangan. Ketenteraman hati habis meleleh. Perempuan itu seperti ikan yang terperangkap dalam jala yang mencelakakan. Seperti burung yang terperangkap dalam jerat. Membuat bumi gelap pada hari cerah. Membuat hari cerah seperti malam yang pekat. Tanpa arah.
Ketika perempuan itu memilih meninggalkan rekam jejak yang payah di hati, tegar teguh seolah kadaluwarsa. Terbawa suasana yang gelap. Tanpa oase, sesak. Keraguan, kekhawatiran akhirnya menduduki jiwa dan pikiran. Kesadaran hati perlahan-lahan lesap dan mati.
Saat cinta berujung salah ada suatu yang mematikan. Partikel udara tak lagi mampu memberikan energi yang positif. Buat jiwa terkontaminasi aura yang mudah jatuh pada kesia-siaan. 2021 tahun ini, saat cinta berujung pada kepedihan, terasa hambar. Warta yang seringkali menyusahkan kepala perempuan itu adalah patah hati dan narasi-narasi ketakutan yang berlebih. Buat hati dan pikiran alami peperangan. Menerima atau memberontak. Memaafkan atau berdamai dengan keadaan.
Kemudian, membuat hari menjadi hari yang tidak bermakna. Saat cinta berujung salah, yang ada hanya ratapan dan kenyataan yang berujung amarah. Perempuan itu seperti gelembung dan Kupu-kupu yang sayapnya patah karena sengatan LONGGUR.
***
Rantauprapat, 25 Juli 2021
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H