Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melarikan Diri dari Harapan untuk Bersamamu, Berlinang Air Mata

8 Maret 2021   00:00 Diperbarui: 8 Maret 2021   00:54 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Saat sejarah yang dahulu kembali terulang, kepingan ingatan masa lalu menyeret diri pada kemarahan, kesepian, kecemasan, ketakutan.

Kukira, kesejahteraanku merupakan kesejahteraanmu. Ternyata itu hanya perkiraanku. Kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang berbeda? Aku sehat tapi sebenarnya aku sudah sangat lama sakit. Awalnya kamu bersedia menerima, kini kamu katakan itu hanya topeng dan kepura-puraan. Dengan nada datar, kamu membuatku terhempas.

Aku sedih dan terluka saat merasakan penolakanmu. Aku bisu membeku, sebenarnya aku ingin marah dan memberontak. Apa karena aku berbeda, aku tak bisa berteduh dalam genggamanmu? Kamu buatku memiliki harapan, merasakan ketulusan hatimu. Seketika aku berada dalam jurang yang tak terseberangi.

Sejak kamu bernada datar, aku kesulitan. Kata-kataku selalu tak terdengar, sedang kata-katamu itu adalah hak mutlak yang tak boleh diabaikan. Ketika kamu ingin jeda yang berjarak dan akhirnya menenggelamkan hati pada perpisahan, aku harus terima tanpa penjelasan yang pasti. Dan, hampir setiap malam aku terjaga, menunggu kepastian kamu.

Akhirnya, hari ini, menjelang tanggal kelahiranku, rela tak rela, mau tak mau, aku harus bebaskan diriku dari hasrat untuk menggapaimu. Selepas hari ini, kita sah menjadi sejarah. Selamat menjadi KENANGAN! Kamu sudah memberi ledakan yang sangat keras di hatiku. Menghentakkanku ke nestapa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kini, hujan membasahi mataku. Sekarang, aku seperti huruf mati yang tak bermakna.

Penolakanmu.
Ketidakberterimaanmu.
Meredupkan hasratku untuk menikmati hidup. Mungkin aku bodoh, tapi aku tak bisa menahan diri dari kesukaran yang kurasa. Aku kembali tersesat di sejarah dan labirin yang dahulu.

Dan aku, telah jatuh pada dosa yang merayu diriku. Penuh amarah dan umpatan keji. Aku memilih cara yang keliru demi melupa tentang rasa sakit yang kamu berikan. Pernahkah kamu berpikir, aku dibayangi ketakutan akan hidup yang kujalani.

Entah kenapa. Kali ini, aku merelakan patah hati menduduki jiwa dan pikiranku dalam waktu yang lama. Entah sampai berapa lama. Karena patah hati ini, aku mengumbar duka luka, mengumbar huru hara, mengumbar sedu sedan. Meratapi hidup. Berlinang air mata.

Aku ingin mendekatimu.
Aku ingin mencintaimu lebih.
Tetap saja, kamu ingin menjauhkan diri dariku. Ya, aku tak bisa memaksakan diriku terhadapmu. Aku tersesat di hutan sendu. Kamu meninggalkan riuh suram muram padaku. Melemahkan hatiku. Kamu telah melukaiku, tahukah kamu rasanya disakiti. Dalam marah. Aku harap kamu akan tahu rasanya disakiti!

Selepas apa yang kamu katakan hari ini, aku berjanji perempuan : aku tak akan mengganggumu. Aku akan melarikan diri dari harapan untuk bersamamu. Karena itu adalah bahaya yang menyakitkan. Bahaya yang bisa membuatku tersesat pada putus asa.

Ah sudahlah, aku hanya perempuan biasa yang merasakan duka luka karena patah hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun