Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - ***

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Diam Tak Bersuara, Tersisa Kerapuhan

9 Februari 2021   00:00 Diperbarui: 9 Februari 2021   00:17 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Teruntuk A!

Februari dalam tujuh hari, penuh tanda tanya. Terdapat ketidakpastian yang sempurna. Kau bilang, aku laki-laki, tapi kenapa aku yang malah diam tak bersuara. Aku hanya diam, entah harus menjawab apa. Ada penyesalan yang tak termaafkaan. Tersisa kerapuhan.

Pasti. Kau pasti tahu aku kecewa juga terluka, sebab keraguan dan keinginan hatimu yang menurutku bodoh. Apa daya, aku terlanjur membuka hati dan memberi kepercayaan terhadap hati yang payah ini.

Sudah terlalu lama sendiri, tapi kesendirian bukan berarti sebuah kemalangan. Setelah memohon hadirnya cinta. Setelah tak sendiri, tetap saja hati luka dan dapatkan duka. Apakah kali ini, hati akan kembali berkhianat?

Berkali-kali pada waktu yang masih terlalu dini, aku sudah tiduri sepi dan bersimpuh di hening air mata. Aku merasa kalah. Diam tak bersuara, tersisa kerapuhan. Aku ingin kesedihan yang terperangkap dalam mata ini secepatnya kabur.

Hanya kepada keberterimaan, aku ingin mengheningkan cipta. Tentang aku/kau, itu adalah kejadian. Entah kejadian itu akan berlanjut, entah akan terhenti.

Wahai hati, yang memberikan ragu. Sampai kapan, tak akan tegur sapa dalam perbincangan yang berenergi. Aku/kau, pernah memiliki bahagia. Namun, ragu yang ada padamu membuat aku menanggung duka kehilangan. Yang ada. Jeda, berjarak,  dan jauh.

Aku diam tak bersuara. Kau bertanya, ada apa denganmu? Entah, aku tak harus menjawab apa. Dan masa depan yang pernah kuduga, telah membuatku mati. Mati di pekuburan sepi. Aku sunyi. Merasa sepi, aku merindukanmu. Tapi, aku takut. Enggan rasanya untuk bicara.

Sekarang. Aku ingin membatasi hati, entah benar, entah tidak. Terisa kerapuhan, ini perihal keping-keping jatuh cinta. Tentang, riwayat luka dan kebahagiaan. Tentang senyum yang gugur dari bibirmu dan dari bibirku, tentang kegirangan yang melayu.

***
Rantauprapat, 08 Februari 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun