Februari, bulan kasih sayang yang melekat pada sebagian orang. Tadinya, ia juga berharap akan merasakan kasih sayang di bulan kasih sayang ini. Tanpa direncanakan, ia malah patah hati. Lagi, ia sulit membaca waktu. Seseorang yang ia istimewakan, meminta berjarak. Barangkali juga sedikit menjauh, yang akan berujung ke mana. Mempertahankan hubungan atau memberi perpisahan. Entah.
Ada jeda yang diinginkan kekasih hati perempuan itu. Tumbuh duri dan perasaan bersalah, yang barangkali hanya mempertahankan ego. Februari pada hari yang kelima, telah menjadi duka hati untuk perempuan itu.
Tak ada perbincangan yang berenergi malam ini. Perempuan itu menganggap sepi bahkan hambar perasaan yang ia rasakan. Ingin segera beranjak dan berpaling, mengakhiri patah hati yang menggoda. Ketika Februari memberi memberi mendung di mata perempuan itu, akhirnya ia menabung air mata bersama jeda yang berjarak dan duka hati yang sulit terdefenisikan.
Jeda yang diinginkan kekasih perempuan itu menghimpit jiwanya. Ia menjadi dungu, kaku. Ia berpikir, kenapa harus membuka hati jika seperti ini. Kekasih hati yang ia pilih, telah mencuri hatinya sekaligus memberi patah hati. Ia pun tertatih di sudut malam. Tak ada yang merayu isak tangis perempuan itu. Ah, malangnya. Namun, perempuan itu paham bahwa cinta dan mencintai adalah sesuatu yang terkadang sulit dipahami.
Dengan hati-hati perempuan itu menguasai diri. Ia tak ingin tenggelam dalam samudera kesedihan karena duka hati. Perempuan itu itu masih menunggu Februari akan kembali bersemi dan mekar untuk menjadi musim semi yang indah. Dan pada suatu malam yang entah kapan, ia akan kembali tenang teduh. Tak menjadi gelembung dan kupu-kupu yang hilang arah.
***
Rantauprapat, 05 Februari 2021
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H