Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mendung di Mataku

26 Januari 2021   00:00 Diperbarui: 26 Januari 2021   00:05 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, lagi-lagi luka yang kuterima. Bukan aku tak ingin memiliki keberterimaan, tapi sungguh ini terlampau sakit. Tanpa sebab, bak kilatan petir. Sorot mata dan ucapmu yang tajam mengundang mendung di mataku. Butiran air pun jatuh di wajahku.

Dulu, aku memiliki seseorang yang bisa merayu isak tangisku. Kini, aku hanya seorang diri. Dan aku harus tahu diri untuk memelihara diri dari kesukaran ini. Bagaimana pun, kau tak akan pernah tahu rasanya jadi aku.

Sebenarnya, dirimu ada di hatiku. Kesejahteraanmu pun adalah kesejahteraanku. Bahkan, aku pernah kehilangan demi kebahagiaanmu. Sepertinya itu tidak berlaku untukku, nyatanya kesejahteraanku bukan berarti kesejahteraanmu. Barangkali, ini adalah salah satu bentuk ketidakadilan hidup.

Karenamu, aku bersekutu dengan rentetan gelisah. Dirimu mengkudeta kedamaian jiwaku, aku menjadi begitu resah. Aku hanya ingin melawati hari ini, hingga malam tiba, aku akan tertidur dan saat jarum jam berganti pertanda pagi telah tiba. Aku akan membuka mata dan keluar dari kamar kecilku, melangkah dengan perasaan yang benar dan mampu melihatmu dengan cara yang benar.

Ini kehidupanku, mau tak mau, aku yang harus berusaha memelihara diri dari kesukaran. Entah akan terjadi lagi, di suatu detik yang kapan, mendung di mataku akan menjadi kehidupanku, dan itu disebabkan olehmu, aku tak ingin terdampar di tengah pilu. Aku harus membaca kehidupanku dengan bersalaman dan memeluk erat-erat penerimaan.

Lantas, sampai kapan aku harus menyaksikan hal-hal yang seperti ini? Sampai kapan aku harus melangkah dengan penerimaan? Barangkali, sampai aku masih bernafas.

***
Rantauprapat, 25 Januari 2021
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun