Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jarak Hidup dan Mati dan Desember yang Dingin

25 Desember 2020   21:44 Diperbarui: 25 Desember 2020   21:58 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Terkadang.
Kesendirian, kesunyian, dan ketidakberterimaan adalah paham yang sulit dipahami. Semakin dewasa, kecemasan semakin menimbulkan rasa cemas yang berlebih. Menyia-nyiakan mutiara diri pada yang tak semestinya.

Terkadang pada pagi hari, yang terasa adalah malam. Pada malam hari yang gelap, terkadang yang terasa benar-benar malam yang malang. Ingin mendekati kematian, tapi tak mati. Jarak hidup dan mati hanya setipis satu lembar kertas, masih hidup tapi ingin mati. Padahal hanya menjalani hidup yang diberikan. Ah, dasar payah.

Ah, dimulai dari Januari di bulan pertama setiap tahun, ada saja disabilitas nurani yang diterima. Hingga di bulan Desember, bulan penghujung tahun, menjadi Desember yang dingin.

Malangnya, diri ingin bertransformasi menjadi seseorang yang memiliki keberterimaan, namun seringkali gagal. Yang ada, masih berada dalam gantang. Seperti gelembung dan kupu-kupu yang hilang arah.

Ingin melepaskan diri dari aroma dosa yang merayu, tapi saat luka hati membelah perasaan, dengan sadar jatuh dalam ratapan yang seharusnya tidak dirasakan, kembali mencicipi dosa. Ada kepunahan dan yang terjadi adalah mengucapkan hal-hal yang pandir. Kemerosotan akhlak menjadi benih yang tidak seharusnya diidentifikasi nalar.

Dalam mencari kebahagiaan, di antara jarak hidup dan mati yang tipis, jangan hanya melihat selumbar di mata yang lain, seharusnya melihat juga balok yang ada pada diri sendiri.

Ini sebuah keadaan, sebuah perjalanan, sebuah ketidakpastian yang sempurna, yang sudah lama dijalani, yang telah memberikan trauma psikis. Dan akankah ada sebuah jalan kembali, selagi masih bisa sadar, harusnya ada yang diusahakan, biar tak ada sesal. Harusnya sebuah cara melupa dan sebuah cara untuk memiliki keberterimaan dimiliki diri.

Walau sulit, tak ada yang lebih baik dari menerima keberadaan hidup. Tidak lagi terjebak pada hasrat diri yang ingin mati. Sudah, harus ada yang diusahakan, mengakhiri kesunyian yang dipersembahkan pada diri di Desember yang dingin di ujung tahun. Sebab, rasa sakit yang dirasakan mungkin tidak begitu sakit!

***
Rantauprapat, 25 Desember 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun