Kau sendiri yang mengundang kesedihan dan kepatahan itu. Mencintai cinta orang lain. Lama kau dan dia menikmati kisah asmara. Saat dia tidak mendapatkan perhatian yang dia butuhkan darimu, tanpa ragu dia akan pergi dan menghilang dari kehidupanmu.
Akhirnya di fase-fase di mana kalian harus berjarak, dia memilih pergi dari lokasi hatimu. Seketika kau terhempas dan hancur. Kau tak bisa menahan air matamu, kau menjadi gagu dan kaku.
Dari cerita yang kau bagikan, aku tahu kau pernah melihat cahaya bianglala dari dirinya. Kau menaruh rasa yang sungguh untuknya, walau sebenarnya kau tahu rasa itu tidak akan pernah jadi milikmu. Kau yang keliru pada kesadaranmu, pernah tak mau tahu pada kebenaran yang kau lihat. Mengizinkan rasa yang salah bertamu lama di rumahmu. Hingga, kesedihan terperangkap di matamu.
Ternyata, selama kau dan dia bermain hati, kau hanya dijadikan teman saat dia butuh dan kesepian dari cinta yang sudah ia miliki. Kau hanya sebatas kemungkinan-kemungkinan yang menurutnya menyenangkan. Kau sudah membuang waktumu dengan kesia-siaan.
Teruntukmu, R. Aku berharap kau berhenti dari rasa itu. Jangan lagi menangis pada hal yang seharusnya tidak kau tangisi. Dia bukan lagi rumah yang semestinya kau tuju. Bukan lagi muara yang bisa kau temui.
Sudahi perasaan yang kau miliki untuk dirinya, jangan lagi merangkul harapan padanya. Peluk yang pernah dia berikan, hanya peluk yang pura- pura.
Aku hanya bisa berharap, kau akan memaksa diri untuk lepas dari siklus yang pernah kalian lalui. Dan secepatnya kau akan menemukan sebuah cara melupa perihalnya dan kau akan kembali menemukan cinta yang baru untuk hatimu.
Setelah ini, jangan lagi biarkan hatimu jatuh pada cinta yang sudah dimiliki orang lain. Agar penyesalan yang sama tidak terulang kembali.
Rantauprapat, 06 Oktober 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H