Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Layu oleh Angin Timur

4 Oktober 2020   00:00 Diperbarui: 4 Oktober 2020   00:21 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah akhir segala hal yang perempuan itu lakukan? Hal yang membuat kuasa perusak mengontrol dirinya. Bersekutu dengan bulir yang kering dan hampa. Menghasilkan sengsara dan kesukaran yang bertumpuk-tumpuk.

Perempuan itu terpesona pada warna gelap. Dan tidak lagi memedulikan nalar. Ia rela layu oleh angin Timur. Kelaparan dalam godaan. Ia berbaur dengan dinginnya lembah malam. Bunganya tak lagi segar, karena ia sudah mengejar lelah.

Ia merumitkan diri sendiri, sebab telah menjadi bunga yang layu. Tak ada lagi senyum tulus yang berlabu di samudera hati. Ada badai besar yang telah menerjang dan menemui perempuan itu. Ia mengasuh harinya dengan desau risau, yang berujung pada kekeringan hati.

Perjumpaan dengan kesalahan, telah menjadi bayangan hitam untuk dirinya. Hingga ia mengucapkan, SELAMAT TINGGAL pada suara hati yang mengusik dirinya.

Perempuan itu menemukan dirinya di dalam tangis dan kemarahan. Jejak kesadaran tak lagi berakar di hidupnya. Ia sudah menuju hancur, karena membesarkan musim kebodohan di rongga hati dan sejarah hidup yang dimiliki. Jiwanya seringkali menyerah pada rasa sepi. Ia pun berpikir, dirinya tak pernah memiliki bahagia yang diharapkan.

Ada bau kesedihan yang terbakar. Perempuan itu telah kehilangan. Ada perpisahan yang ia terima. Merasa bahagia pada kebahagiaan yang sebenarnya semu. Perempuan itu gementar tanpa ampun, hatinya sudah pecah berkeping-keping. Ia tak bisa kembali menjadi bunga yang semula indah.

Kini, perempuan itu hanya menyimpan tanya untuk dirinya sendiri. MENGAPA membiarkan dirinya layu oleh angin Timur?.

Ternyata ia, perempuan dewasa yang payah.

***
Rantauprapat, 03 Oktober 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun