Pagi di bulan kesembilan pada tanggal tiga puluh di tahun dua ribu dua puluh, tepat pukul delapan lebih dua puluh menit. Perempuan itu melepas seluruh impiannya terhadap seorang pria yang mengaku menginginkannya menjadi isteri.
Pria itu mencuri kepercayaan dari janji kisah asmara mereka. Ternyata perasaan yang terbit dari pria itu hanya setengah hati. Kisah mereka, sudah memberi risalah yang berbeda untuk perempuan itu.
Perempuan itu membaca sikap pria yang pernah menjadi kekasih hatinya. Ada perubahan besar yang terjadi. Kesejukan di dalam relasi mereka. sudah dipenuhi kekeringan. Sepertinya, sejak awal tidak ada cinta yang nyata dari pria itu.
Pagi ini, langkah kaki perempuan itu goyah. Duduk di tangga kekecewaan dan matanya mengeluarkan air mata. Hari ini, tatapan perempuan itu kosong. Sekarang, perempuan itu tidak lagi merangkul dan memeluk harapan terhadap pria yang mengaku mencintainya.
Perempuan itu memutuskan untuk tidak merenungi kegagalan kisah asmaranya. Karena waktu terus berjalan tanpa memahami dan mendengarkan risalah perempuan yang terbebas dari kisah asmaranya itu. Perempuan itu paham, tidak setiap hal yang ada di hidupnya akan berakhir pada titik bahagia.
Perempuan itu berdoa untuk dirinya sendiri agar kembali mendapati kisah cinta yang sesungguhnya selepas hari ini.
***
Rantauprapat, 30 September 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H