Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Teruntuk yang Maha Sempurna

30 September 2020   01:00 Diperbarui: 30 September 2020   05:53 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kehidupan yang sudah dilewati perempuan itu, dia sering tiba pada malam yang penuh kemalangan. Kedamaian pun tak tercipta di semesta yang perempuan itu miliki. Dia berjalan sendu. Duka menusuk relungnya.

Lama perempuan itu bermain hujan. Berselimut kekalahan. Pura-pura tak melihat dan menutup mata. Dia terluka dan mengubur desahannya agar tidak ada yang tahu. Tidak ada yang melihat di sekitarnya. Kecuali Tuhan yang maha sempurna.

Lautan malam pernah jadi saat ternyaman untuk perempuan itu memanen kegilaan terhadap hal-hal bodoh. Mencicipi rasa sakit yang tidak seharusnya perempuan itu cicipi. Tidak memperdulikan suara hati yang jelas dia dengar.

Pada akhirnya, perempuan itu terbangun dari lelap yang buatnya terkapar luka dan rasa malu.
Dia muak dan amat sangat lelah, menyimpan dan melakukan kepalsuan. Dia ingin dilepaskan dari jerat yang membuat dirinya terikat.

Di kesadarannya, di sisa usia yang masih dipercakan Tuhan, perempuan itu tidak mau selalu memancing buaian nikmat yang sebenarnya cacat. Dan akan menjadi penghuni kamar hampa. Membakar diri pada bencana yang penuh kesia-siaan.

Teruntuk yang maha sempurna, perempuan itu bersimpuh dan memohon untuk diberikan kesempatan mendapatkan jalan pulang. Atas segala kisah rumit perempuan itu, perempuan yang sudah melangkah terlalu jauh dari kesukaan-Mu. Ketika dia berbicara, berdoa, dan mengaku dosa pada-Mu, ya Tuhan, perempuan itu berharap Engkau mendengar dan  Engkau mengampuni.

Dia sungguh berharap bisa berbalik ke rumah yang benar. Kembali menari bersama huruf-huruf kesadaran di singgasana hidupnya. Yang kesukaannya ialah kesukaan Tuhan yang maha sempurna.

Perempuan yang tidak lagi memiliki hati lemah pada hasrat yang menggoda. Tidak lagi melantur dari kebaikan-Mu.

***
Rantauprapat, 30 September 2020
Lusy Mariana Pasaribu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun