Pada kecepatan dunia, perempuan itu terus bertambah usianya. Sehelai, dua helai rambutnya pun mulai berubah putih. Dunia perempuan itu berbeda dibandingkan dunia perempuan yang dikenalnya.
Saat perempuan itu berada dalam kerumunan orang-orang yang bahagia, perempuan itu tidak merasakan bahagia yang seutuhnya.
Perempuan itu memiliki alasan untuk hal itu, dan tentunya merupakan rahasia bagi perempuan itu. Dan perempuan itu memilih menjatuhkan rahasianya tentang realita hidup, tentang cinta dan harapan yang dipadamkannya ke dalam puisinya.
Di antara hiruk pikuk banyak orang, perempuan itu masih merasa sendiri. Seakan tak ada yang perduli pada perasaannya, dia terkunci dan hanya diabaikan. Tak ada yang memahaminya.
Perempuan itu yang memahami dirinya sendiri, perempuan itu tahu bahwa dia tidak boleh mengajukan keluhan tentang rahasianya, agar tidak terjadi gejolak yang besar karena dia.
Kepada puisi, perempuan itu tahu bahwa rahasia yang sudah dijatuhkannya, tidak akan membuat perjalanan hidupnya menempel pada deret lara.
Puisi adalah oase bagi perempuan itu, saat ia dicekam ketakutan. Ah, biarlah perempuan itu bahagia bersama puisinya.
***
Rantau Prapat, 15 September 2020
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H