Boentek ku sebut saja namamu begitu,
Yang ku tahu ketika itu kamu bagai seekor burung di dalam sangkar lebah madu
Setiap hari kamu harus mengumandangkan suara merdu., tak perduli seberapa bersedih hatimu
Boentek , saat itu ibarat robot, tubuhmu yang mungil tak boleh lelah, harus selalu bergerak kesana kemari menuruti kehendak pengendali mesinmu, begitu sibuk kau lewati harimu tak boleh sedikitpun lemah baterai  mu
Boentek, ketika itu ibarat mesin ATM kau harus selalu sedia dana agar bila ingin , dia selalu bisa mencairkan saldo nya, bila tidak , maka bersiaplah umpatan kau dengarkan
Boentek dimasa itu kau dituntut selalu sempurna, bagai cerita sebuah film kartun, kantong dora emon, bila ingin ini dan itu
banyak sekali, kau harus mampu,Â
Bila tidak bersiaplah serombongan isi kebun binatang berdendang
Boentek .. Selama itu kau bagai tong usang yang harus siap menerima dengan diam segala bentuk sampah yang dimasukkan
Boentek ... dalam rentang waktu yang panjang ku tahu kau lelah,dan gamang
Lukamu berdarah kian bersarang
Atas nama berjuang semua derita sendirian kau topang
Boentek, ketika semua tak mampu lagi kau sangga ,jiwa ragamu meronta karena usiamu telah senja,
Kau berhenti berjalan walau dengan penuh cercaan, penuh pilu semua kau tinggalkan
Kau terlunta di tengah keramaian
Hingga seorang datang meraihmu tuk pulang ke gubuk ilalang
Perlahan ia papah kau bangkit berjalan
Meski dengan penuh kesederhaan ia sirami asamu yang hampir padam
Boentek... Kini kau faham arti sebuah perjuangan bukan pada  materi berkelimpahan
Namun pada besarnya kesungguhan walau dalam keterbatasan
Ia tak membiarkan mu lelah sendirian,
Ia tak melepasmu  dalam perjalanan
ia menuntunmu lalui bersama , menembus rumitnya jalan untuk meraih sebuah tujuan
Lampung 11 Mei 2022
(Puisi ini ditulis dari kisah perjalanan berliku seorang wanita dengan sebuah nama panggilan kecil *Boentek Tu`ung perahu*)Â