Pengertian sikap prososial sendiri bagi Baron serta Byrne (2005), menyatakan kalau sikap prososial merupakan sesuatu kegiatan membantu yang menguntungkan orang lain tanpa mesti sediakan suatu keuntungan langsung pda orang yang melaksanakan kegiatan tersebut serta mungkin bahkan mengaitkan suatu akibat untuk orang yang membantu.
 Yuniardi (2004) mendefinisikan sikap prososial ialah kesediaan orang-orang guna menolong ataupun membantu orang lain yang ada dalam keadaan stress (menderita) ataupun hadapi kesusahan. Nah, bisa disimpulkan kalau sikap prososial merupakan sikap yang mempunyai konsekuensi positif dengan metode memberi dorongan pada orang lain secara materi ataupun psikologis demi tingkatkan kesejahteraan orang lain.
Bagi Sarwono (2009: 134-138) faktor yang pengaruhi seorang melaksanakan sikap prososial antara lain:
(1) Suasana hati (mood): emosi positif serta negative pengaruhi kemunculan tingkah laku menolong.
(2) Watak: bermacam karateristik seorang pengaruhi kecenderungannya guna membantu, salah satunya merupakan artuistik. Salah satu aspek-aspek salam karakter artuistik ialah empati.
(3) Jenis kelamin: peranan gender terhadap kecenderungan guna membantu sangat dipengaruhi oleh suasana serta wujud pertolongan yang diperlukan.
(4) Tempat tinggal: area dimana seorang tinggal pengaruhi kecenderungan dalam tingkah laku menolong, misalnya saja orang yang tinggal di desa cenderung lebih suka membantu dari pada orang yang tinggal di kota.
(5) Pola asuh: pola asuh orang tua yang demokratis menunjang terjadinya tingkah laku membantu pada seorang.
Bringham (dalam Asih, 2010) menyatakan kalau aspek-aspek dari sikap prososial yakni:
1) Persahabatan, Orang yang memiliki sikap prososial bisa dilihat dari gimana seorang menjalin ikatan dengan orang lain, apabila ia sanggup menjalin ikatan yang lebih dekat dengan orang lain, bisa sama-sama paham serta menerima orang lain hingga seorang tersebut memiliki sikap prososial yang bailk.
2) Kerjasama, Orang yang memiliki sikap prososial bisa dilihat dari sikap kerjasama dalam suatu kelompok.
3) Menolong, Orang yang memiliki sikap prososial bisa dilihat gimana sikap seorang kala ada orang lain hadapi kesusahan. Orang yang memiliki sikap prososial yang baik apabila menemui orang yang hadapi kesusahan sehingga akan sigap membantu tanpa mengharap imbalan.
4) Kejujuran, Orang yang memiliki sikap prosoial yang baik hingga ia bakal berperan jujur, berperilaku apa adanya tanpa terselip sesuatu yang ditutupi. Dalam membantu orang lain tidak terselip motif tertentu.
5) suka memberi, Sikap prososial yang baik bisa dilihat dari seorang menolong orang lain yang lebih memerlukan tanpa mengharap imbalan, tidak mau dipuji oleh orang lain.
Kemampuan berempati serta kepribadian prososial seorang terus tumbuh bersamaan bertambahnya umur. Aspek lingkungan, dalam perihal ini dengan siapa serta gimana dia Bersosialisasi tiap hari, mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian prososial seorang. sangking berpengaruhnya, perihal tersebut sampai-sampai bisa menentukan wujud lintasan perkembangannya, apakah bertambah ataupun menyusut.
Masa sangat krusial buat membentuk kepribadian prososial seorang merupakan di fase anak-anak. Bila seorang sukses meningkatkan mutu prososial yang baik di masa ini, sangat mungkin pada saat dewasa dia pula hendak mempunyai mutu prososial yang baik. Kebalikannya bila seseorang anak mempunyai kepribadian prososial yang kurang baik, hingga perihal ini berbahaya menekan orang tersebut guna mengadopsi karakter yang bersifat antisosial di masa mendatang.
Supaya pertumbuhan kepribadian prososial bisa dimaksimalkan, orang tua perlu peka dalam mencermati tahapan pertumbuhan mutu sikap prososial anak. Di bawah ini terdapat 5 tahapan pertumbuhan kualitas sikap prososial yang dirumuskan oleh nancy eisenberg, seseorang pakar di bidang pertumbuhan prososial.
Tahap 1- berorientasi pada kepentingan individu. Kanak- kanak yang terletak di tahapan ini masih berorientasi pada keuntungan protektif yang bisa jadi didapatnya dari lingkungan sosial kalau dia berbuat baik kepada orang lain. Oleh sebab itu, pada tahap ini alibi anak buat berbuat baik tidak murni didasari rasa kepedulian, akan tetapi lebih kepada menjauhi konsekuensi negatif bila dia tidak berbuat baik.Â
Salah satu contohnya semacam anak yang menata kembali mainannya sehabis bermain sebab khawatir dimarahi oleh orang tuanya. Kualitas prososial semacam ini ditemui pada anak umur prasekolah serta sebagian kecil anak usia dini sekolah dasar.
Tahap 2- berorientasi pada kebutuhan. Kanak-kanak yang terletak di tahap ini mulai menampilkan keahlian dalam mengekspresikan kepeduliannya terhadap kebutuhan orang lain sekalipun kebutuhan tersebut tidak sejalan dengan kepentingan pribadinya. Walaupun demikian, bentuk kepedulian yang ditunjukkan masih bertabiat simpel serta tidak memiliki proses reflektif.Â
Maksudnya, anak cuma sebatas merespons sinyal kala orang lain memerlukan dorongan tanpa dapat mengatakan ekspresi simpati secara verbal maupun membayangkan bila dirinya terletak di posisi tersebut. Mutu prososial semacam ini ditemui pada kebanyakan anak umur prasekolah serta sebagian besar anak usia sekolah dasar.
Tahap 3- berorientasi pada penilaian orang lain serta stereotip selaku anak baik. Dalam menerapkan perbuatan baik, kanak- kanak yang terletak di tahap ini cenderung memaknainya sebagai upaya biar bisa diterima oleh orang-orang di sekelilingnya serta sekalian dipandang selaku orang yang baik.Â
Salah satu contohnya semacam anak yang mengajukan diri buat menolong bu guru membersihkan papan tulis sesuai pelajaran biar mendapat penilaian yang baik dari guru serta pula sahabatnya. Mutu prososial ini ditemui pada sebagian anak umur sekolah dasar serta sebagian kecil anak umur sekolah menengah.
Tahap 4a- timbulnya keahlian reflektif serta empati. Pada tahap ini pertimbangan anak buat berbuat baik sudah jauh lebih kompleks. Perbuatan baik yang mereka jalani sudah mengaitkan proses empati, pertimbangan atas prinsip-prinsip kemanusiaan, serta prediksi terhadap emosi yang membolehkan mereka rasakan bila memutuskan buat membantu ataupun tidak membantu orang yang memerlukan bantuan.Â
Sebagai contoh, anak yang terletak di tahap ini bisa jadi hendak menyumbangkan uang jajannya dalam aktivitas pengumpulan kontribusi buat korban bencana sebab dia tergerak secara emosi serta bisa membayangkan dirinya terletak di situasi tersebut. Ia bisa jadi pula merasa kalau dirinya hendak menyesal bila saja tidak turut berdonasi.
Tahap 4b- tahapan transisi. Pada tahap ini pengambilan keputusan anak buat membantu ataupun tidak membantu orang lain didasari atas pertimbangan yang panjang, yang mengaitkan nilai-nilai moralitas yang dianutnya, norma serta tanggung jawab sosial, dan dorongan buat mengganti keadaan masyarakat jadi lebih baik.Â
Salah satu contohnya semacam anak yang menolak membagikan contekan kepada temannya dikala ujian sebab menurutnya perihal tersebut menyalahi nilai-nilai kejujuran. dalam permasalahan ini, walaupun anak tersebut menolak buat membantu temannya tetapi keputusannya itu dilandasi oleh kesadarannya atas nilai moral serta tanggung jawab sosial yang ia miliki selaku pelajar.
Tahap 5- berorientasi pada nilai-nilai moral yang sudah terinternalisasi dalam diri. Pada tahap ini, pertimbangan anak buat melangsungkan ataupun tidak melangsungkan sikap prososial dipengaruhi oleh bermacam prinsip sebagaimana yang sudah disebutkan pada tahap 4B. Cuma saja pada tahap ini, prinsip-prinsip tersebut sudah terinternalisasi secara lebih jauh ke dalam karakter anak tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H