Mohon tunggu...
lusty hamidah
lusty hamidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - hai?

yeoboseo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Anger and Fear

1 November 2022   22:10 Diperbarui: 1 November 2022   22:26 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian marah (anger) adalah emosi negatif yang membuat orang yang merasakannya tidak nyaman. Kemarahan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal: biologis, psikologis, perilaku, dan sosial. Ini harus didefinisikan dalam konteks keluarga, masyarakat dan kelompok sebaya. Menyalahkan orang lain adalah tanda kemarahan.

Faktor internal yang mempengaruhi kemarahan antara lain tipe kepribadian, kurangnya kemampuan memecahkan masalah, ingatan yang tidak menyenangkan, pengaruh hormonal, kecemasan, depresi, permusuhan, tekanan, kegelisahan, dan masalah sistem saraf. 

Adanya kondisi yang tidak menyenangkan dapat meningkatkan kemarahan dan pengendalian diri. Faktor eksternal meliputi pola asuh yang negatif, kondisi dan faktor lingkungan (kemacetan lalu lintas, gonggongan anjing, suara keras, dll), pengaruh teman sebaya dan media, status sosial ekonomi, dan tekanan sosial. Beberapa emosi negatif, terutama kecemasan dan ketakutan, berubah menjadi kemarahan.

Kemarahan adalah emosi alami, tetapi menjadi masalah jika terlalu intens, terlalu sering, dan tidak diungkapkan dengan benar. Merasa marah terlalu sering dan terlalu intens dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Ketika kemarahan berlanjut, bagian dari sistem saraf bekerja terus-menerus, dan stres dalam tubuh menyebabkan masalah kesehatan lainnya.

* Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemarahan:

a. Faktor biologis: Biologis yang mendasari (yaitu genetik, neurologis, kardiovaskular)

b. Faktor lingkungan: keluarga, masyarakat, sekolah

* Fungsi kemarahan:

a. perilaku eksternalisasi

b. perilaku internalisasi

c. Adaptasi sosial

d. adaptasi akademik

e. kesehatan fisik

Brooker dan rekan (2014) menemukan bukti untuk tiga kelompok anak berdasarkan ekspresi kemarahan masa kecil. Kelompok marah rendah, kelompok marah tinggi, dan kelompok semakin marah. Bayi dalam kelompok kemarahan rendah menunjukkan lebih sedikit kemarahan pada berbagai tugas pada usia 6 dan 12 bulan. Bayi dalam kelompok kemarahan tinggi menunjukkan penurunan kemarahan antara usia 6 dan 12 bulan, namun bayi dalam kelompok ini menunjukkan ekspresi kemarahan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu dibandingkan dengan bayi lainnya.

Selain itu, ekspresi kemarahan anak-anak bervariasi dari orang ke orang, dengan beberapa anak cenderung lebih sering atau mengamuk dengan kekerasan (misalnya, berteriak, mengamuk, memukul) daripada yang lain.

Konsep ketakutan itu sendiri adalah salah satu jenis emosi manusia yang paling mendasar dan kuat. Emosi ini bisa sangat melemahkan, tetapi juga memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup manusia. Faktanya, rasa takut diperlukan untuk melindungi semua orang. Perasaan ini mengingatkan dan mempersiapkan Anda untuk situasi yang dianggap berbahaya.

Situasi ini dapat berupa keadaan darurat fisik. Seperti terjebak dalam kebakaran, berdiri di tebing, dll. Namun, itu juga dapat timbul dari situasi yang tidak mengancam jiwa, seperti: Ujian, berbicara di depan umum, menonton film horor, pergi ke pesta. Ketakutan dalam keadaan ini adalah reaksi normal dan alami dari tubuh. Reaksi ini dapat menyebabkan berbagai macam perubahan fisik dan mental, mulai dari yang ringan hingga sedang.

Namun, emosi ini bisa menjadi tidak rasional dan intens, memengaruhi rasa bahagia dan keamanan hingga dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari secara negatif. Kecemasan yang dialami pada kondisi ini bisa jadi merupakan gejala dari gangguan mental tertentu, seperti: Serangan panik, fobia, atau gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Apa perbedaan antara fobia dan rasa takut? Banyak orang berpikir bahwa rasa takut dan fobia adalah kondisi yang sama. Faktanya, beberapa orang mengenali rasa takut sebagai fobia tanpa mengetahui banyak tentang kondisinya. Namun, ada perbedaan antara fobia dan rasa takut. Apa bedanya?

Ketakutan adalah alami dan bagian dari sifat manusia. Manusia dilahirkan dengan naluri bertahan hidup yang diperlukan untuk menanggapi bahaya dan ketidakpastian dengan menimbulkan rasa takut. Ketakutan bukanlah emosi positif, tetapi melindungi kita dengan membuat kita lebih waspada dan siap menghadapi bahaya. Ketakutan membuat kita lebih berhati-hati. Fobia di sisi lain adalah jenis gangguan kecemasan di mana pasien memiliki ketakutan berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu. Subjek yang ditakuti mungkin tidak berbahaya. Oleh karena itu, fobia sering dipandang sebagai ketakutan yang tidak berdasar. Perbedaan paling jelas antara fobia dan rasa takut adalah bagaimana mereka bereaksi dan bagaimana mereka muncul.

a. Perbedaan gejala yang terjadi: Salah satu perbedaan antara fobia dan rasa takut adalah gejala yang dialami ketika berhadapan dengan objek ketakutan. Fobia tidak hanya mempengaruhi keadaan psikologis seseorang, tetapi juga dapat mempengaruhi tubuhnya. Ketika orang merasa gugup atau cemas, mereka mungkin mengalami gejala fisik seperti jantung berdebar-debar dan keringat dingin. Namun, gejala ini terasa lebih kuat pada orang dengan fobia.

b. Perbedaan respon terhadap objek yang ditakuti: Berurusan dengan objek dan situasi yang menakutkan masih membuat tidak nyaman. Tapi rasa takut bisa diatasi. Misalnya, jika takut naik pesawat, kita bisa menenangkan diri dengan membaca buku di pesawat atau berdoa sebelum naik ke pesawat. Di sisi lain, jika kita memiliki fobi, reaksi Anda akan lebih ekstrem. Turbulensi selama penerbangan dapat membuat berkeringat, menggigil, menangis, dan memperburuk gejala lainnya.

c. Fobia dapat terjadi tanpa adanya pemicu: Perasaan takut baru biasanya muncul ketika objek atau situasi yang ditakuti dihadapi. Orang dengan fobia di sisi lain, mungkin mengalami ketakutan yang berlebihan tanpa menghadapi objek yang ditakuti. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, orang dengan fobia mungkin bereaksi atau mengalami gejala ketakutan yang biasa. Kecemasan dan fobia yang berlebihan dapat diatasi dengan terapi perilaku kognitif (CBT). Terapi ini digunakan untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengubah cara orang dengan fobia berpikir dan berperilaku.

Terapi perilaku-kognitif (CBT) biasanya dikombinasikan dengan metode membuat orang dengan fobia menghadapi ketakutan mereka. Tujuan dari terapi ini adalah untuk membantu orang yang terkena dampak memahami seberapa baik mereka dapat menghadapi ketakutan mereka. Cara ini juga dapat menunjukkan bahwa objek tersebut tidak seseram yang kita kira. Meskipun hasilnya tidak langsung, orang yang menderita fobia yang menjalani CBT akan mendapat manfaat dari pelatihan yang konsisten selama perawatan.

Persepsi emosi dimulai sangat awal dalam kehidupan. Faktanya, ada bukti bahwa bayi dapat membedakan antara ekspresi emosi yang berbeda, termasuk wajah bahagia, sedih, dan terkejut, pada jam-jam pertama kehidupannya (Field, Woodson, Greenberg, & Cohen, 1983).

Pada usia empat sampai lima bulan, bayi mengembangkan emosi negatif spesifik seperti ketakutan dan kesedihan (Serrano, Iglesias, dan Loeches, 1992), dan kemarahan (Schwartz, Izard, dan Ansul, 1985).

Pada usia 6-7 bulan, bayi dapat mengklasifikasikan ekspresi wajah yang berbeda sebagai emosi yang sama (Nelson, Morse, dan Leavitt, 1979), dan saat mereka perlahan beralih dari satu emosi ke emosi lainnya, ia bahkan dapat mengenali batas antara (Kotsoni, de Hahn, & Johnson, 2001). Bayi tampaknya tidak merespon secara berbeda terhadap wajah ketakutan sampai usia 7 bulan.

Sekitar 7 bulan, ada bukti bahwa bayi dapat membedakan antara berbagai ekspresi emosional negatif dan bahwa mereka mungkin mulai mengerti arti wajah-wajah ini dengan menunjukkan bias yang berbeda untuk rasa takut, mengalokasikan lebih banyak perhatian pada rasa takut daripada bahagia atau ekspresi netral berdasarkan waktu yang terlihat tindakan dan potensi terkait peristiwa (ERP) tanggapan (misalnya, Leppnen, Moulson, VogelFarley, & Nelson, 2007; Nelson & De Haan, 1996; Peltola, Leppnen, Mki, & Hietanen,2009).

ada bukti yang jelas bahwa dengan 12 bulan, bayi dapat mengartikan wajah ketakutan sebagai tanda ancaman dan gunakan informasi sosial ini untuk membimbing perilaku mereka dalam situasi baru. Untuk Misalnya, anak usia 12 bulan menghabiskan lebih sedikit waktu untuk bermain dengan mainan baru ketika sebelumnya dipasangkan dengan wajah atau suara yang menakutkan daripada ketika dipasangkan dengan a wajah/suara bahagia atau netral (Mumme & Fernald,2003; Mumme, Fernald, & Herrera, 1996).

usia 2 dan 5 tahun, anak-anak pertama kali berkembang kemampuan untuk secara akurat mengaitkan bahagia, marah, dan label sedih untuk foto-foto emosional ekspresi, dengan pelabelan wajah ketakutan yang akurat (bersama dengan kejutan dan jijik) berkembang kemudian (Widen & Russel, 2003). Yang penting, anak-anak kesalahan dalam tugas-tugas ini sistematis, dan anak-anak paling sering salah mengira kategori wajah untuk kategori lain dengan valensi yang sama (mis., salah memberi label wajah ketakutan sebagai sedih atau marah; Melebar, 2013; Melebar & Russel, 2008).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun