Belum lagi calon kepala daerah yang punya rekam jejak hostile sexism sebagai pelaku kekerasan seksual, namun bisa luput dari jeratan hukum oleh karena kekuasaan dan kekuatan finansial yang dia miliki. Miris!
Saya menutup tulisan ini dengan memberikan catatan kritis, bahwa seluruh proses dan tahapan pemilu haruslah melahirkan pemimpin yang berkwalitas, termasuk tidak memiliki perilaku sexist. Sudah saatnya KPU menjadikan rekam jejak Seksisme ini sebagai syarat untuk penetapan Calon Kepala Daerah. Pintu masuknya ada pada Partai Politik. Sehingga mestinya Partai Politik memiliki standard tertinggi untuk mendapatkan figure yang tepat untuk diusung. Partai harus berani menutup pintu bagi mereka yang punya rekam jejak pelaku kekerasan seksual baik verbal maupun fisik, meskipun memiliki kekuatan finansial yang besar dan menggiurkan.
Pilkada tanpa sexisme adalah upaya cerdas kita untuk memutuskan mata rantai normalisasi perilaku hostile sexism dengan segala dampaknya di masyarakat. Semua pihak harus ambil bagian dari upaya ini. Tanpa itu, maka sampai kapan pun keadilan dan penghormatan pada hak asasi manusia hanyalah mimpi.
Salam waras!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H