Mohon tunggu...
Lusimah
Lusimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Rasionalisme

21 Desember 2024   19:55 Diperbarui: 21 Desember 2024   19:55 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasionalisme adalah aliran filsafat yang menekankan akal sebagai sumber utama pengetahuan. Sejarahnya dimulai dari pemikiran klasik, seperti yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles, yang berargumen bahwa pengetahuan diperoleh melalui akal, bukan pancaindra. Pada abad ke-15, rasionalisme mulai bangkit seiring dengan penurunan wibawa Gereja Katolik, di mana Lorenzo Valla menjadi salah satu tokoh awal yang mengkritik doktrin gereja.
   Puncak perkembangan rasionalisme terjadi pada abad ke-17 dengan Ren Descartes, yang dikenal sebagai "bapak filsafat modern." Descartes mengemukakan metode deduktif dan prinsip "Cogito, ergo sum" untuk menemukan kebenaran. Tokoh lain seperti Baruch de Spinoza dan Gottfried Leibniz juga berkontribusi signifikan dalam mengembangkan pemikiran rasionalis.
   Rasionalisme berlanjut hingga abad ke-18 dan ke-19, mempengaruhi banyak bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filosofis. Aliran ini menjadi respons terhadap dominasi gereja dan membuka jalan bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern.Rasionalisme muncul sebagai respons terhadap pemikiran empirisme, yang menekankan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi. Aliran ini menganggap bahwa meskipun indera manusia memberikan banyak informasi tentang dunia, namun hanya dengan menggunakan akal budi manusia dapat mencapai kebenaran yang lebih universal dan tetap. Filsafat rasionalisme menyoroti bagaimana akal manusia dapat mengakses pengetahuan yang lebih mendalam, yang tidak dapat dijangkau oleh indra. Hal ini berhubungan dengan ide dasar bahwa ada pengetahuan yang bersifat inheren dalam akal manusia, yang tidak bergantung pada pengalaman empiris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun