Mohon tunggu...
Syasha Lusiana
Syasha Lusiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku parenting CAHAYA DUNIA, Konselor, Motivator, Teacher

Pembelajar sepanjang hayat agar selalu memberi manfaat untuk masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mulailah dengan Memaafkan

9 November 2023   09:00 Diperbarui: 9 November 2023   11:37 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Saya ingin berpisah"    " Sudah berapa lama anda berumahtangga?"   "tigapuluh enam tahun"   "Sudah sekian lama anda ingin berpisah?"   "Sebetulnya sudah dari tahun ke tiga pernikahan saya ingin berpisah dengannya"  " Masalah terbesarnya apa?"   "sejak dulu, Suami saya tukang selingkuh berkali-kali selingkuh di depan mata saya "   "Kenapa tidak dari dulu anda meminta cerai kepadanya?"   "Saya tidak punya siapa-siapa lagi, saya juga tidak bekerja, saya cuma bisa menggantungkan hidup padanya, tapi sekarang anak-anak sudah menikah semua, saya sudah punya kekuatan, saya tinggal mengikuti salah satu anak saya"

********

"Yang membuat saya berselingkuh awalnya dari kekecewaan pada istri, dia durhaka kepada ibu dan keluarga saya"  "anda kan kepala keluarga, kenapa tidak anda nasehati dia"  "Sudah, dia tidak berubah"  "Durhaka seperti apa yang anda maksud, bisa anda deskripsikan?"   " Ya begitulah durhaka, jarang mau diajak menjenguk ibu dengan alasan pekerjaan lah...apa lah, dia juga egois, keras kepala"   "Karena dia durhaka, jadi Bapak menselingkuhi dia? Kenapa tidak menceraikannya sejak dulu, kan durhaka...."    "Soal selingkuh mah ya kebetulah ada reuni....saya dengar perempuan itu sudah menjanda beberapa kali, dia curhat ke saya, saya juga sedang kesal sama istri, ya sudahlah seperti karunia Illahi...."

**********

Setiap Pasangan Suami Istri dalam kehidupan rumahtangganya tidak selalu berjalan harmonis, ada saja masa-masa yang diwarnai ketidaknyamanan atau bahkan mungkin ada pasangan yang prilakunya sampai menyakitkan.   Kejadian itu biasanya membekas dan mewarnai kehidupan rumahtangga selanjutnya.   Apabila mereka berhasil mengatasi maka mereka akan melangkah ke jenjang pernikahan berikutnya yang lebih kokoh dan lebih dewasa, namun apabila mereka tidak mampu mengatasi maka akan terjadi keruntuhan bangunan perlahan-lahan.   Apalagi bila masing-masing merasa bertemu dengan oranglain di luar sana yang menurut mereka bisa menampung aspirasi permasalahan, maka permasalahan akan menjadi bertambah rumit, alih-alih selesai malah juga akan semakin membesar, kehadiran PIL atau WIL yang dianggap solusi justru menambah rumitnya permasalahan.

Suami istri harusnya sadar bahwa kegagalan dalam memanaje konflik akan berimbas buruk yang pertama tentu pada anak-anak mereka, ke dua kepada keluarga besar, ke tiga kepada masyarakat secara umum.   Kesadaran ini penting agar pasangan mampu memanaje setiap permasalahan dengan kepala dingin, masing-masing harus bisa duduk bersama menyelesaikan permasalahan, padamkan segera api sebelum membesar, karena bila sudah membesar akan sangat sulit memadamkannya.  

Obatilah bersama sebelum harus menghadap dokter apalagi ke meja operasi, tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan, namun pertanyaannya adalah seberapa besar keinginan anda untuk menyelesaikannya, pertanyaan ini menjadi penting karena seberapa besar keinginan anda untuk menyelasaikannya maka sebesar itu pula keberhasilannya.  Namun apabila keinginan anda sudah tidak ingin menyesaikan dan bahkan cenderung membiarkan dengan harapan akan padam dengan sendirinya, itu berarti anda siap hidup dalam bara terus menerus, yang panasnya mengisi ruang-ruang rumahtangga, letupan-letupannya menyakitkan badan, asapnya pun tidak berhenti menyesakkan dada.

Saya jadi ingat catatan bapak Cahyadi Takariawan pakar sekaligus konsultan keluarga tentang PSYCHOLOGICAL TIME, dalam catatan beliau itu dikatakan bahwa kebahagiaan dan kepedihan sangat terkait dengan bagaimana menusia mensikapi psychological time yang dimilikinya.  Lebih lanjut beliau mengatakan, waktu dalam bentuk "Clock time" memang berjalan lurus ke dapan tanpa pernah menoleh ke belakang, pun tidak ada yang sanggup menghentikannya.  Namun, psychological time ia bergerak leluasa maju dan mundur tergantung seberapa kuat pikiran berkuasa dalam kehidupan seseorang.   Orang yang terlalu banyak masalah dalam hidupnya, cenderung memiliki pikiran yang melompat-lompat.  Ketika melompat ke masa lalu, ia bertemu sejumlah "hantu" bernama "kekecewaan", penyesalan, kenangan buruk, marah yang tak berkesudahan, benci yang tak terobati.   Di saat melompat ke masa depan, ia bertemu sahabat yang bernama visi, harapan, cita-cita, tujuan, namun juga masih menemukan sebentuk kekhawatiran, ketakutan, serta ketidakpastian.  Lompatan maju mundur itu bisa menyebabkan hidup di masa kini jadi lenyap, keceriaan hilang di telan waktu, tanpa sisa.

Dengan memahami konteks itu, kita bisa mengerti mengapa banyak orang gagal memaafkan pasangan yang pernah melakukan kesalahan.   Ketidak mampuan untuk memaafkan lebih banyak disebabkan oleh pemanfaatan psychological time secara tidak arif.  Manusia acap kali berkunjung ke masa lampau, hanya untuk melihat kesalahan atau keburukan yang pernah dilakukan pasangan.   Hal ini membuat dirinya mengeliminasi jutaan kebaikan yang pernah dilakukan pasangan.  Tidak heran, banyak orang mendadak jadi "ahli sejarah" saat ditanyakan kesalahan apa yang dilakukan pasangan dengan mudah ia menyodorkan "daftar dosa" pasangan sejak awal menikah.  Detail, lengkap dengan lampiran krologis waktu, tempat dan kejadian.   Namun, ketika diminta menyebutkan kebaikan pasangan, tiba-tiba dirinya mengidap amnesia, tidak mampu mengingat dan menyebutkannya.    Karena terlalu sering menggunakan psychological time untuk melongok ke masa lalu memelototi kesalahan dan keurangan pasangan, yang didapatkannya adalah kesedihan yang berlebihan.  Semakin sering menengok masa lalu itu, semakin terasa sakit.   Celakanya, saat ia melompat ke masa depan, yang lebih sering dijumpai adalah ketidakpastian.  Apa jaminannya bahwa ia tidak mengulangi kesalahan yang sama? 

Sekarang kita paham, mengapa banyak orang merasa letih dan lelah dalam menjalani hidup berumah tangga.  Banyak orang merasa terlalu letih untuk memaafkan pasangan.  Karena psychological time berlompatan ke belakang dan ke depan hanya untuk menjumpai sahabat-sahabat kegelapan.     Mengapa banyak manusia lebih memilih untuk mengngok kegelapan di masa lalu dan ketidakpastian di masa depan?   Padahal itu yang membuat hidup berumahtangga diwarnai kekecewaan, kemarahan dan kepedihan.  Karena kuasa pemikidan dan perasaan yang lebih sering membangun persahabatan dengan kesalahan dan kekurangan pasangan.  Marah, kecewa, dendam, benci, emosi, itu yang selalu didapatkan.  

Mereka yang datang ke ruang konseling dengan membawa sahabat-sahabat kegelapan ini selalu didera stress dan depresi tingkat tinggi.  Ingin membalas dendam dangan tidak menyakiti pasangan.  Ditambah nasehat sesaat para supporter yang ada di sekitar mereka : " Betapa bodoh dirimu mau dihkhianati pasanganmu, balas saja dengan mengkhianati berkali-kali".   Nasehat itu semakin mengobarkan api kesumat permusuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun