Namun tidak demikian dengan orang yang termakan "Inner Voice", dia disibukkan dengan menyalahkan dirinya sendiri. Â Â
Akibat bisikan-bisikan dalam diri yang terus menerus menghakimi.
Kedua, perasaan dan sikap "tidak cukup baik"
Seringkali orang merasa diri tidak cukup baik, tidak cukup pandai, tidak cukup beruntung, tidak cukup terampil dan berbagai hujatan pada diri sendiri melanda. Â Sikap ini apabila dibiarkan akan menjadi lingkaran setan yang membelenggu yang berujung meragukan kemampuan dirinya sendiri.
Yang membahayakan adalah, ketika perasaan ini terpelihara maka akan membuat dirinya semakin terpuruk, bahkan sampai mempertanyakan kapasitas dan kemampuan diri. Â Bila ini berlarut-larut dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan kognitif.
Ketika hal ini menguasai diri, maka banyak orang menjadi tidak bersemangat dalam meperjuangkan rencana dan mimpinya. Â Dia sibuk menyimbulkan diri, bahwa dia kurang berkompeten, dia tidak mampu dan dia tidak mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri. Â Padahal, bukan karena tidak mampu atau tidak cukup baik, melainkan pikirannya dipaksa untuk terus menerus berpikir bahwa dia tidak cukup baik.
Orang yang seperti ini punya kecenderungan terkungkungn pada pikiran negative sehingga akhirnya perlahan-lahan membentuk diri "tidak cukup baik" dan tidak ada penerimaan diri seutuhnya.
Bila ini dibiarkan, maka akan menimbulkan depresi, kebiasaan buruk yang dipelihara seperti menunda-nunda waktu, kurang motivasi, gelisah, cemas dan khawatir berlebihan, ketidakstabilan emosi, sulit mengambil keputusan dalam hal masalah yang sederhana sekalipun, sampai pada titik kepercayaan diri yang perlahan semakin terkikis.
Memang didalam beberapa kondiri "Self Dolb" ini diperlukan untuk instropeksi diri, mengevaluasi kinerja yang kurang untuk kemudian diperbaiki kedepannya.
Ternyata, prilaku self dolb ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh di masa usia dini, termasuk masalah keharmonisan keluarga. Â Bonding dengan orangtua sesungguhnya sangat berdampak positif pada prilaku anak dalam membangun relasi positif secara konsisten sehingga membentuk keterikatan yang menimbulkan rasa aman. Â Â Anak percaya bahwa mereka dapat mengandalkan orangtua untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Rasa aman akan menjadi pondasi bagi hubungan yang baik di masa mendatang. Â Orang-orang yang terbiasa mendapatkan rasa aman di masa kanak-kanak biasanya mereka akan merasa dicintai dan didukung.