Mohon tunggu...
Syasha Lusiana
Syasha Lusiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku parenting CAHAYA DUNIA, Konselor, Motivator, Teacher

Pembelajar sepanjang hayat agar selalu memberi manfaat untuk masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahagia di Atas Penderitaan Corona

13 Januari 2021   09:32 Diperbarui: 13 Januari 2021   10:12 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sehat adalah Kekayaan bagi Jasad.   

Bila waktu luang adalah nikmat bagi hati, 

Maka sehat merupakan nikmat untuk jasad" (Abu Darda RA)

Hujan beberapa hari ini yang terus mengguyur hampir di setiap malam, menyisakan mendung di pagi harinya. Dan,  suara rintikan hujan di malam minggu itu seolah mengiringi kabar positifnya hasil PCR atas nama suami.  

Sedih? Jangan ditanya, isolasi mandiri yang telah dilakukan lima hari sambil menunggu hasil seolah mendapat jawaban hari ini. Kata-kata POSITIF, itu biasanya membahagiakan.  

Seorang istri yang mengabari suami dan keluarga bahwa dia "Positif hamil", berita itu akan sangat membahagiakan.  Seorang motivator memberikan dukungan dan motivasi mengatakan "Berpikirlah secara positif".  

Atau seorang yang menasehati temannya " Menduga yang positif saja...".   Namun, hanya kata Positif setahun ini yang tidak diinginkan didengar oleh manusia seluruh dunia.... "Positif Corona". 

Setelah rapid antigen yang dijalani menunjukkan "positif samar", kecurigaan akan hasil PCR juga akan positif.  Walau dalam doa tentu harapannya adalah negatif.   

Pandemic yang sudah berjalan hampir setahun ini seolah-olah memporak porandakan kehidupan bersosialisasi manusia.  Memporak porandakan emosi, tatanan berkeluarga, tatanan bermasyarakat, tatanan ekonomi, tatanan budaya, pariwisata, perpolitikan dan hukum, serta semua sector-sekor kehidupan yang menunjang hajat hidup manusia. 

Manusia yang tadinya pergi bekerja penuh semangat, anak-anak pergi Sekolah penuh keceriaan, kegiatan spritiual rutinitas dalam tempat ibadah yang dijalankan, bertemu saling sapa diantara mereka seusai melaksanakan ibadah.   Arisan, undangan pernikahan, perkumpulan reuni dan pertemanan.   Kini semua itu tertunda tak bisa dilaksanakan.  

Meskipun pada masa new habbit, new normal kemudian bisa dilakukan, tetap saja penuh dengan kekhawatiran, kehati-hatian dan kewaspadaan.  Dan ketika virus menyerang salahsatu anggota keluarga, maka terpisahlah suami dari istrinya, anak dari orangtuanya. Keluarga yang tidak terpaparpun tetap harus bertahan di rumah karena tentu mengkhawatirkan untuk tetap dibiarkan keluar. 

Bahkan tak sedikit yang harus merelakan kepergian salahsatu anggota keluarga tanpa bisa menatapnya atau bahkan sekedar mentalqinkan di telinga untuk menghantar nyawa terakhir keluar dari tubuhnya.  Memilukan memang, tahun pandemic, tahun penuh kesedihan, penuh keprihatinan. 

Seluruh dunia sedang Allah uji, kesabran, ketabahan, keteguhan, komitmen atas keyakinan kepada sang pencipta tengah diuji sedemikian rupa.  

Apakah akan bertahan dan semakin meningkat keimannya, atau malah lari tungganglanggang mengingkariNya.   

"Tidaklahh akan Aku biarkan kalian mengatakan diri kalian beriman sebelum aku uji kalian"  (QS.Al-Ankabut ayat 2) 

Wabah memang tak mengenal tempat dan siapa, semua orang bisa terkena virus.   Seolah kita sedang menunggu giliran, kapan kita kebagian.  Bahkan seorang Ulama, ustad dan orang alim pun tak lepas dari intaian penyakit ini.  

Mereka yang selama ini selalu memberi tausyiah dan motivasi, merealisasikan antara teori dan prakteknya tetap juga jadi incaran virus yang dahsyat ini.   Rasulullah SAW mengatakan bahwa wabah penyakit merupakan azab yang Allah kirimkan bagi orang-orang yang Allah kehendaki.   

Namun Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang beriman.   Bila mereka tetap dalam negerinya kemudia bersabar dan tentu hanya berharap balasan dari  Allah SWT.    Kemudian meyakini bahwa tidak ada sesautupun yang terjadi di muka bumi ini kecuali atas kehendak Allah, maka dia akan mendapat balasan seperti mati syahid. 

Walau wabah ini dengan dahsyatnya telah mengacaukan seluruh system kehidupan manusia, bukan berarti kehidupan tanpa harapan.   Orang-orang beriman akan selalu mengambil hikmah dari setiap musibah yang menimpa.   Ketika seseorang dalam keluarga tertimpa sakit sesungguhnya itu juga adalah ujian untuk yang sehat.  

Pandemi ini mengajarkan kepada kita semua bagaimana yang sehat harus mampu meningkatkan sabarnya, meningkatkan keikhlasannya, meningktkan kerihoannya.  Bagaimana tidak, saat dia negative, dia tetap harus melakukan isolasi mandiri dikarenakan keluarga serumahnya ada yang terkonfirmasi positif.   

Seorang yang terkonfirmasi positif baik OTG maupun sakit pasti akan merasakan keterkejutan, mengaduk-ngaduk emosi dan perasaan.   Sehingga banyak yang ketika mendengar kabar ini mengalami masa transisi di awal karantina seperti mudah marah, sensitive dan mudah tersinggung.  

Atasi kondisi ini dengan beberapa langkah : 

1.Bila tidak bergejala terlalu parah dan tidak ada comorbid yang dikhawatirkan lebih baik dirawat di rumah 

2.Tarik nafas, tenangkan hati dan pikiran 

3.Bayangkan kenikmatan sehat yang telah Allah berikan dari sekian tahun usia kita, masih begitu banyak dari sakit yang diberikan 

4.Ingat hal-hal yang menyenangkan dan bisa menjadi hiburan hati agar tetap bahagia 

5.Berdamai atau ridho dengan keadaan 

6.Ingatlah bahwa sakit untuk orang beriman bukan azab tapi rahmat bagi orang-orang yang beriman yaitu yang menerima kondisi sakit ini dan menyikapinya dengan tawakkal. 

7.Menganggap bahwa ini sedang ujian akhir untuk kenaikan kelas 

8.Lakukan aktifitas yang mendatangkan manfaat 

9.Bila alat komunikasi menjadi gangguan bisa di non aktifkan beberapa saat, dan hanya terkoneksi dengan keluarga inti di rumah. 

10.Tingkatkan kualitas ibadah lebih dari biasanya 

11.Muhasabah dan mohon ampun pada Allah 

12.Tetap melakukan 3M 

Bagi keluarga yang dengan terpaksa harus tetap di rumah langkahnya pun 

1.Berdamai dengan keadaan 

2.Tenangkan hati dan pikiran 

3.Anggap saja sedang rihlah keluarga 

4.Perbaiki komunikasi antar anggota 

5.Saling bekerjasama mengerjakan pekerjaan rumah 

6.Buang rasa malu bahwa semua orang mengetahui keluarga anda isolasi mandiri 

7.Tetap melakukan 3M 

8.Persiapkan obat-obatan yang diperlukan 

9.Terima setiap bantuan dengan penuh kebahagiaan tanda anda sedang banyak yang menyayangi. 

10.Tingkatkan kualitas ibadah lebih dari biasanya dengan mendoakan enggota keluarga yang terpapar. 

11.Muhasabah dan mohon ampun pada Allah SWT 

Ketika dinyatakan sembuh, kebiasaan baik yang sudah dilakukan saat karantina jadikan tambahan kebiasaan baik, kebiasaan-kebiasaan buruk diperbaiki.  

Virus ini emang unik, dia tidak akan bertahan pada jiwa-jiwa yang selalu mengisi relung jiwanya dengan bahagia.  Maka, jangan lupa bahagia, agar virus itu mati dengan kebahagiaan kita.  Karena dengan membuat virus itu tidak berdaya, itu juga adalah kebahagiaan.... 

"Ujian itu menguatkan jiwa 

ujian menguatkan segalanya

laa tahzan Innallaha maa ana 

karena ada Allah yang selalu menolong kita" 

Tetaplah bersyukur dalam kondisi apapun Karena sesungguhnya ketika musibah datang Allah sedang memintamu untuk meningkatkan rasa syukur itu Cikarang, 13 januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun