Mohon tunggu...
Syasha Lusiana
Syasha Lusiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku parenting CAHAYA DUNIA, Konselor, Motivator, Teacher

Pembelajar sepanjang hayat agar selalu memberi manfaat untuk masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, di Antara Dua Kata Kerja yang Berbeda

25 November 2020   21:33 Diperbarui: 25 November 2020   21:56 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Orang hebat akan menghasilkan ribuan karya bermutu seorang Guru akan menghasilkan ribuan orang hebat"  - Aris Setiawan 

Empat tahun sebelum Reformasi, Presiden Soeharto menetapkan tanggal 25 November 1994 sebagai Hari Guru Nasional, dengan sebuah Keputusan Presiden, yaitu Kepres Nomor 78 tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional.  

Hari Guru Nasional  bersamaan dengan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hari Guru Nasional bukan hari libur resmi, tetapi dirayakan dalam bentuk upacara peringatan di sekolah-sekolah dengan pemberian tanda jasa bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. 

Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 377) orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dengan demikian, orang- orang yang profesinya mengajar disebut guru. Baik itu guru di sekolah maupun ditempat lain.   Dalam bahasa Inggris, guru disebut juga teacher yang artinya pengajar.

Tokoh panutan, suri teladan dalam pendidikan di Indonesia tergambar jelas dalam sosok seorang Kiai asal Jogyakarta, KH.Ahmad Dahlan.   Yang mendirikan Sekolah di lingkungan Keraton Yogyakarta pada 1 Desember 1911 mendirikan sekolah dasar dengan kurikulum modern. Setelah itu, 18 tahun kemudian,  Ki Hajar Dewantara  mendirikan taman siswa, tepatnya di tahun 1929. 

Kesuksesan dan idealism seorang KH.Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara sebagai seorang Guru, pendidik Negeri ini cukuplah menjadi inspirasi bagi para Guru di Negeri ini. Seorang Guru yang sukses dan berdiri ditempatnya sekarang tidak terlepas dari peran dan keberadaan siswanya. Tanpa keberadaan mereka, peran Guru tak akan berfungsi. Bukan hanya sekedar jadi peserta didik, namun Para siswa yang harus ditumbuhkembangkan kepribadiannya.  Diluaskan ilmu pengetahannya.  Dilatih ketangguhan jasadnya.  

Untuk menjadi semua itu Sang Guru harus mengokohkan akhlaq dan kepribadiannya sendiri agar menjadi suri tauladan para siswanya.  Sang Guru harus memperluas wawasan ilmu pengetahuannya, agar dapat memenuhi rongga kehausan akan daya pikir anak didik.  Sang Guru harus menguatkan fisik motoriknya untuk tetap bugar mendidik mereka dari hari ke hari.

Guru dan murid dibedakan dengan kata kerja yang berawalan "di" dan "me".  Siswa sebagai pihak yang diberi, dan guru pihak yang memberi.   Ibarat gelas diisi air, bila air itu penuh dan tidak segera dituangkan isinya, maka dia akan luber kemana-mana tanpa arah.   Demikian pula sebaliknya apabila air telah dituangkan berkali-kali ke berbagai tempat, maka akan menjadi energy positif bagi siapa saja yang meminumnya tetapi apabila gelas tidak pernah diisi lagi, maka fungsinya pun menjadi mati, tidak memberikan manfaat kepada siapapun akhirnya energy negative yang menguasai. 

"Ilmu itu seperti air. Jika ia tidak bergerak: maka ia akan menjadi keruh lalu membusuk." (Imam Syafi'i) 

Begitulah Guru, dia harus tampil menjadi orang yang memberi,maka harus sering-sering isi ulang.  Isi ulang akhlak dan karakternya, isi ulang ilmu pengetahuannya, isi ulang kekuatan fisiknya.  

Terus menerus, berulang-ulang, jangan biarkan kosong, karena akan banyak yang diberi,akan banyak energy positif yang mengalir dan menantikan hal-hal baru yang mereka tunggu.

Menjadi Guru pembelajar, mencintai dan menghargai ilmu, menjunjung tinggi adab mulia.  Tidak tertinggal oleh perkembangan teknologi, menjadikan profesinya sebagai sebuah tanggungjawab agar anak didiknya tumbuh berkembang kebaikan-kebaikannya.  Sehingga mereka tumbuh menjadi generasi-generasi penerus berkualitas. 

"Betapa aku senang, jika semua ilmu yang aku ketahui dimengerti oleh semua orang, maka dengannya aku mendapat pahala, meskipun mereka tidak memujiku." (Imam Syafi'i) 

Tidak perlu menjadi Guru yang hebat untuk mendapat pujian, karena akan lelah mengejar.  Cukup lakukan tugas dengan penuh kebahagiaan, maka sekelilingmu akan terlihat menyenangkan, membagi Ilmu dan kebaikan suatu rutinitas yang mengasyikkan.   Siapapun yang membagikan ilmu, kemampuan dan kebaikan sesungguhnya mereka adalah Guru.  Dan guru terbaik adalah kehidupan itu sendiri. 

Ketika saatnya harus memberi, maka berikanlah apa yang mereka butuhkan, dan jika saatnya harus diberi, siapkan hati untuk menerima agar energy positif itu terisi kembali dan siap kembali dibagi. "Siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka harus disertai dengan ilmu. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, juga harus dengan ilmu." (Imam Syafi'i) 

SELAMAT HARI GURU UNTUK PARA GURU YANG HEBAT 

Semarang, 25112020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun