6 Juni 2021
Setelah satu bulan... sejak kepergian "sang kepala keluarga".Â
Rasanya sakit melihat kalian menangis, nak... tangisan tanpa ungkapan. Tangisan, yang ibu rasakan tidak bisa kalian katakan karena apa. Ma'afkan kami, yang sudah menyeret kalian ke dalam kehidupan yang tidak sepantasnya, tidak seharusnya. Ma'afkan kami, yang karena keegoisan menyebabkan kehidupan kalian menjadi tidak menentu.
Anakku sayang, seandainya waktu bisa diputar, ingin rasanya diri ini memperbaiki semuanya. Walaupun ibu tahu itu sangat sulit, terutama bagi ibu. Masalah yang sudah hadir sejak 8 usia sang putri saat itu, 2012. Biarlah hanya ibu yang merasakan dan menanggung semuanya. Biarkan ibu yang mencoba menata kehancuran ini mesti harus tertatih-tatih.
Anakku sayang, berat rasanya jika hanya dirasakan. Letih... lahir dan batin.Â
Yang ditinggalkan sang pemimpin hanya masalah dan masalah, yang sampai saat ini belum terselesaikan. Biarlah itu menjadi tanggung jawab kami sebagai orang tua, bukan menjadi beban bagi kalian. Walaupun, ibu yakin kalian memikirkan sesuatu yang belum seharusnya ada dalam pikiran kalian.Â
Saat ini yang ibu rasakan adalah, tidak ingin melepaskan kalian dalam pelukan. Tidak ingin meninggalkan kalian walaupun dalam sekejap.Â
Hari ini, dede menangis... hancur rasanya hati ini. Merasakan apa yang ada dalam hatinya, dan memikirkan apa yang ada dalam benaknya. Dari air mata yang menetes, ibu tahu... dede kangen ayah. Dede ingin ada yang melindungi saat ibu menegur dede. Seperti biasa terjadi ketika sang ayah masih bersama kami. Tidak ada kata yang terucap dari mulutnya, hanya sedu sedan yang terdengar.
Ya Allah... Rasanya sakit, ampuni kami, ma'afkan kami... yang sudah membuat sedih anak tidak berdosa. Ampuni kami yang sudah mulai menciptakan suasana yang tidak diinginkan mereka. Perlahan tapi pasti, luka hati mereka mulai menganga.Â