Sering sekali kita berbicara atau mendengar tentang dosis. Dalam hal ini paling sering yang berkaitan dengan obat. Tetapi terkadang pengertian yang berkembang di masyarakat kurang tepat. Misalnya :
Anggapan bahwa dokter luar negeri kalau memberi obat, dosisnya rendah sehingga aman. Sedangkan dokter Indonesia dianggap sering memberi obat dengan dosis tinggi. Akibatnya tak jarang ada orang Indonesia berdomisili di luar negeri yang meminta ransum obat dari dokter Jepang ketika hendak berkunjung ke Indonesia hanya untuk persiapan kalau nanti sakit di Indonesia, karena kekhawatiran kelebihan dosis jika berobat dengan dokter Indonesia.
Ukuran obat yang kecil dan imut bermakna dosis kecil.
Resep yang diberi dokter spesialis dosisnya lebih tinggi daripada dokter umum.
Benarkah demikian?
Sebenarnya apakah pengertian dosis itu?
Apakah ukuran dan bentuk obat menentukan?
Apakah dokter umum dan spesialis memiliki takaran dosis yang berbeda, lalu bagaimana jika beda negara?
Mari kita cermati bersama-sama, agar pasien dan dokter memiliki pemahaman yang sama mengenai istilah 'dosis' ini.
Dosis
Definisi dosis menurut kamus besar bahasa Indonesia atau KBBI adalah :
(1) Takaran obat untuk sekali pakai (dimakan, diminum, disuntikkan, dan lain sebagainya) dalam jangka waktu tertentu.
Contohnya, pasien itu pingsan karena menelan pil melebihi dosis yang ditentukan oleh dokter;
(2) Ukuran pengobatan yang harus diberikan untuk jangka waktu tertentu (contoh radiasi atau penyinaran pada daerah atau bagian tubuh tertentu);
(3) Definisi dalam fisika jumlah energi atau tenaga yang diberikan oleh zarah pengion kepada suatu satuan massa bahan yang disinari atau diradiasi pada tempat yang diselidiki atau diminati.
Dosis adalah takaran atau ukuran suatu obat secara individual perkali atau perhari. Dengan demikian, dosis suatu obat yang sejenis haruslah tetap sama, baik dokter umum ataupun dokter spesialis yang mengobati di desa, pelosok Indonesia ataupun megapolitan seperti Tokyo.
Sehingga pernyataan bahwa dokter Indonesia sering memberi 'dosis tinggi' dapat dikatakan kurang tepat. Jika pasien diberikan dosis tinggi atau dalam hal ini dosis berlebih dari seharusnya, maka akan berbahaya bagi pasien dan tentunya dokter pemberi resep pun akan mendapat sanksi kode etik. Hal ini sering didengar dengan istilah over dosis.
Agar lebih jelas mari memahami dengan menggunakan contoh, misalnya paracetamol, salah satu obat yang paling sering dikonsumsi dengan nama dagang P*nadol, D*colgen, S*nmol dll. Dosisnya adalah 10-15mg/kg/kali. Untuk seorang anak dengan berat badan 10 kg, anak tersebut membutuhkan paracetamol 100-150 mg sekali minum agar mendapat efek yang diharapkan misalnya sebagai antipiretik atau penurun demam.
Jika kita menganggap bahwa paracetamol harus diberikan dalam dosis kecil agar aman, misalnya hanya 50 mg, tentunya efek yang diharapkan tidak akan maksimal, bahkan tidak memberikan efek apa- apa. Apalagi jika pada kasus si anak yang sakit tetapi ibunya yang meminum obat, dengan harapan obat tersebut tersalurkan melalui ASI. Begitu juga sebaliknya jika seorang dokter memberi dosis jauh diatas 150 mg, kemungkinan akan memberi efek samping. Yang harus diyakini, seorang dokter tentu tidak akan secara sengaja membahayakan pasiennya.
Lalu bagaimana untuk kasus "beda dokter" atau bahkan "beda negara"?
Jika kita lihat definisi di atas seharusnya dosis paracetamol tetap sama.
Hal yang terkadang tidak diketahui oleh masyarakat umum adalah bahwa setiap obat memiliki batas dosis tersendiri yang setiap dokter dapat memberikan obat dengan jumlah dosis berbeda tetapi masih dalam batas yang ditetapkan. Jumlah dosis ini disesuaikan dengan jenis penyakit atau tingkat keparahannya dan juga kondisi tubuh pasien yang terkadang rentan pada efek samping suatu obat tertentu. Tidak semata-mata karena dokter luar negeri, lalu memberi dosis kecil atau karena dokter spesialis lalu memberi dosis besar.
Kedua, benarkah obat imut-imut berarti dosis kecil? Tidak terlalu memberikan efek, baik efek pengobatan ataupun efek samping? Salah satu obat imut yang pernah penulis lihat adalah kodein, efek yang bisa diharapkan adalah antitusif (menekan batuk). Dibanding obat biasa, kodein ini sediaannya kecil sekali, tetapi meskipun demikian, jika penulis ingin membeli obat ini di apotik tidak mudah dan harus memperlihatkan kartu Identitas sebagai seorang dokter. Mengapa? Karena kodein ini termasuk obat dengan lingkaran merah,artinya sejenis obat keras yang memiliki efek pengobatan yang tinggi meskipun bentuknya mini. Jadi bisa ditarik kesimpulan ukuran obat tidak berimbang dengan dosis atau takaran suatu obat.
Semoga bermanfaat. :)
dimuat di fahima.org
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/dosis#ixzz2TJlL84T5
Sumber gambar : http://info-kesehatan.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H