Sebelum Tragedi Cikini, Indonesia sedang mengalami situasi politik yang tidak stabil. Berikut beberapa faktor yang berkontribusi terhadap situasi ini:
-Ketegangan antara Soekarno dan militer: Soekarno semakin dekat dengan komunis, sedangkan militer curiga terhadap komunis.
-Ketidakpuasan terhadap kebijakan Soekarno: Banyak orang yang tidak puas dengan kebijakan Soekarno yang dianggap otoriter dan sentralistik.
-Munculnya gerakan-gerakan anti pemerintah: Berbagai gerakan anti pemerintah mulai muncul, termasuk Gerakan Anti Komunis (GAK) yang dipimpin oleh Jusuf Ismail.
Pada masa itu, Indonesia juga sedang dilanda konflik ideologi antara komunis dan anti komunis. Konflik ini semakin memanas setelah Soekarno mengeluarkan pernyataan tentang "Demokrasi Terpimpin" pada tahun 1957.
GAK adalah salah satu kelompok anti pemerintah yang paling aktif pada masa itu. GAK menentang Soekarno karena dianggapnya terlalu dekat dengan komunis. GAK melakukan berbagai aksi untuk menjatuhkan Soekarno, termasuk aksi propaganda, demonstrasi, dan bahkan percobaan pembunuhan.
kemudia GAK mengagendakan peledakan bom di cikini yang sekarang disebut dengan Peristiwa Cikini, atau dikenal juga sebagai Tragedi Cikini, adalah usaha percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pada Sabtu malam, 30 November 1957. Peristiwa ini terjadi di Perguruan Cikini, Jalan Cikini No. 76, Jakarta Pusat, tempat di mana putra dan putri Soekarno bersekolah.
Sekitar pukul 20.30 WIB, Presiden Sukarno menghadiri perayaan Hari Ulang Tahun ke-15 Perguruan Cikini. Saat Soekarno memberikan pidato, sekelompok orang yang terdiri dari 4 orang melemparkan 8 granat ke arah panggung. Granat meledak beberapa kali, menewaskan 9 orang dan melukai 60 orang lainnya. soekarno selamat dari peristiwa ini karena dia berlindung di bawah meja.
Pelaku percobaan pembunuhan ini adalah anggota Gerakan Anti Komunis (GAK) yang dipimpin oleh Jusuf Ismail. Motif GAK adalah untuk menyingkirkan Soekarno dari kursi kepresidenan karena mereka tidak puas dengan kebijakannya yang dianggap terlalu dekat dengan komunis.
Peristiwa Cikini ini semakin memperburuk ketegangan politik di Indonesia. Pemerintah memberlakukan Darurat Militer dan melakukan tindakan represif terhadap GAK dan kelompok-kelompok anti pemerintah lainnya. Peristiwa ini juga menjadi salah satu faktor yang memicu pemberontakan PRRI (Persatuan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.
Setelah peristiwa Cikini, pemerintah Indonesia melakukan investigasi dan menangkap para pelaku. Jusuf Ismail dan beberapa anggota GAK lainnya dihukum mati. Peristiwa Cikini semakin memperuncing ketegangan politik di Indonesia, terutama antara Soekarno dan militer. Pada tahun 1958, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang meniadakan konstitusi dan memberlakukan sistem demokrasi terpimpin. Situasi politik yang tidak stabil dan kebijakan Soekarno yang sentralistik memicu ketidakpuasan di berbagai kalangan, termasuk di kalangan militer. Pada tahun 1965, terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang menewaskan beberapa jenderal TNI Angkatan Darat. Peristiwa G30S diikuti dengan perebutan kekuasaan antara Soekarno dan Soeharto. Yang pada akhirnya Soeharto berhasil mengambil alih kepemimpinan Indonesia pada tahun 1967.