Jalanan tidak teraspal dengan baik, buruknya sinyal telekomunikasi, tidak tersedianya fasilitas sentra ekonomi yang baik dan memadai dikarenakan saat mulai pembangunan, semuanya sudah dihadapkan pada tuntutan permintaan 'uang jago' tadi. Saat dilaporkan ke polisi, beberapa oknum ternyata sudah melakukan kerja sama pembinaan lingkungan yang sulit untuk dipahami oleh orang yang normal dan permasalahan pun tidak akan pernah selesai. Ormas yang harusnya menjadi wadah pemberdayaan masyarakat demi persatuan dan kesatuan bangsa, menjadi momok penyebab terhentinya pembangunan.
Premanisme dan Ormasisme
Premanisme, identifikasi umum yang tertanam di pikiran banyak orang ketika ditanyakan definisinya adalah kekerasan dan kriminalitas. Ormas jelas bukan organisasi mas-mas, namun banyak yang mengarahkan definisinya pada organisasi preman yang dalam setiap aksinya cukup meresahkan masyarakat.
Ditinjau dari asal katanya, preman berasal dari kata 'vrij man' dalam bahasa Belanda yang berarti 'orang bebas'. Dulu, di jaman penjajahan Belanda, ada sekelompok orang yang menolak bentukan kolonial dan imperialisme, mereka menolak secara tegas aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintahan kolonial. Mereka hidup bebas tak mau terikat oleh aturan dan peraturan, tak sudi dijajah oleh bangsa asing di tanah mereka sendiri. Karena memiliki kemampuan berkelahi dan bertahan hidup yang lumayan tinggi, mereka jadi jawara di tanahnya sendiri dan Belanda pun tak berani mengusir mereka.
Sejalan dengan waktu, ada jawara yang mementingkan nafsu materi belaka demi tujuan pribadi, mereka inilah yang akhirnya menjadi incaran para tuan tanah pemilik lahan untuk direkruit sebagai centeng dan tukang pukul. Tugas mereka adalah memungut pajak dari rakyat di area tempat tuan tanah berada. Di sisi lain jawara sejati justru gerah dengan jawara yang mementingkan diri pribadi dan menjadi alas kaki para tuan tanah. Pertikaian terjadi dan pemerintah kolonial menganggap vrij man atau para jawara yang berkelahi sebagai biang keladi dari setiap kerusuhan. Namun bagi rakyat Indonesia, para jawara sejati dianggap sebagai penolong dari kekejaman tuan tanah dan penjajah.
Setelah Indonesia merdeka, pengusaha pribumi bertumbuhan, vrij man atau preman mengembangkan diri menjadi tenaga keamanan bagi para pengusaha pribumi untuk menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah mereka. Saat ekonomi makin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi, fenomena preman berkembang dari tenaga keamanan menjadi biang keladi pemerasan dalam penyediaan jasa keamanan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Identifikasi premanisme pun erat kaitannya dengan kekerasan dan kriminalitas.
Adapun ormas-ormas yang ada sekarang, secara relatif banyak menerapkan cara-cara yang dilakukan oleh preman ini sendiri, menyediakan jasa keamanan yang tidak dibutuhkan. Ormas yang bila ditilik dari sejarah pendiriannya menyimpang jauh dari maksud dan tujuan yang ingin dicapai para pendirinya seperti memajukan budaya daerah, memberdayakan masyarakat sekitar dan bersama-sama memajukan Indonesia.
Hadirnya Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pun nampaknya menjadi payung hukum tersendiri bagi kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang didirikan berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan bersama. Sisi lainnya yaitu untuk tujuan bersama dalam partisipasi pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila menjadi bias makna karena ulah banyak oknum yang menyimpangkannya.
* * * * *
Di negara ini kita hidup dan bekerja
Di negara ini kita makan dan berbahagia
Di tanah yang indah ini bersemilah cintamu yang abadi
Di negara busuk ini kita tersenyum pedih
Kita membicarakan kenyataan dalam dunia yang tak kumengerti
Kita membicarakan kepasrahan dalam spektrum yang hitam dan putih
Kita merasa benar-benar pintar memasyarakatkan kebodohan ini
Kita membicarakan kenyataaan dalam dunia fantasi