Mohon tunggu...
Luqman Rico Khashogi
Luqman Rico Khashogi Mohon Tunggu... Penulis - Pengembara Ilmu

Pembelajar, Peneliti, Penulis, dan Pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wacana Politisasi Islam

10 Mei 2022   11:03 Diperbarui: 10 Mei 2022   11:08 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menariknya, daripada menyerang narasi-narasi identitas sekuler, sebagian publik lebih suka menghabisi identitas Agama. Padahal keduanya sama-sama memainkan "politik identitas" dengan narasi populis. Seolah di telinga masyarakat kita kata "agama" membuat orang berfikir tentang inquisisi, takhayul, lemah semangat, dogmatis, munafik, benar sendiri, kekakuan, kekasaran, larangan-larangan, ketakutan, dan kegilaan.

Padahal diskursus ini juga mengingatkan kita terhadap geramnya masyarakat Eropa pada abad Pertengahan terhadap keistimewaan para tokoh agama yang bersekutu dengan penguasa lalu menindas rakyatnya.

Meski ada yang mengklaim bahwa resistensi terhadap Agama berpeluang membuka kepedulian dan pembelaan terhadap kemanusiaan serta membuka semangat rasionalisasi terhadap prinsip dasar kekuasaan, tapi jelas luka lama ini begitu berpengaruh besar terhadap sikap mereka dalam memandang Agama. Sedikit saja religiusitas Agama masuk ruang publik, maka siap-siap dihantam dengan berondong politisasi Agama atau politik identitas.

Problem Keberpihakan dan Modernisasi

Di Indonesia istilah politiasi Agama biasanya disematkan pada agama tertentu; Islam. Pilkada 2017 tadi contohnya. Mungkin begitu tren-nya. Wacana politik identitas juga kerap menyasar agama yang sama. Jadi, Islam di Indonesia seakan hanya "diridhoi" bilamana bentuknya ritual-ritual religi; haram bila Islam diaktualisasi dalam ruang ekonomi, gerakan sosial, apalagi politik.

Cukup duduk manis di singgasana religious beliefs atau religious faith, tidak perlu berdiri atau berinovasi menjadi religious culture. Seolah ada yang berbisik; yang penting Anda percaya ada Tuhan, tidak perlu terbebani dengan ritual keagamaan apalagi berimaji menyusun manifestasinya. Anda baik antar sesama saja, itu sudah cukup mengantarkan Anda masuk surga.

Rupanya, wacana politisasi Islam pada aspek yang lain juga bisa menggiring pada sikap inferior. Sayup-sayup seperti ada paham relativisme di situ. Ada ketidakyakinan hati mengaktualisasikan Islam dalam "gerakan". Mungkin juga karena nihilisme; akhirnya merasa tidak ada nilai (value) moral yang benar-benar baik untuk menjadi pegangan. Sebab, ia produk kuasa.

Pada akhirnya, bila mendasarkan saran An-Na'im, Asymawi, Khalid, dan al-Raziq sekaligus Voll, Smith, Hick, dan Bellah, maka secara sosiologis, menghidupkan wacana politisasi Islam bisa berdampak tidak hanya meningkatkan upaya antisipatif agar Islam tidak dieksploitasi dengan membuat sentimen sekaligus interpretasi baru terhadap diksi-diksi; Islamic Activism, Militant Islamism, Authentic Islam, Islam Politik, atau Islamisme, tapi juga di saat yang sama dapat berakibat pada menguatnya dorongan untuk berkiblat pada arus tren modernisasi yang mesin utamanya sekularisasi atau desakralisasi atau devaluasi radikal yang memukul mundur berbagai aktualisasi dan gerakan religius (Islam) baik di bidang ekonomi, sosial, apalagi politik, sehingga berpotensi melahirkan generasi eupraxophis.

Mungkin ungkapan Leonard Binder di awal benar, tapi kebangkitan politik Islam kemungkinan besar akan benar-benar ditentukan tidak hanya oleh kemauannya berdialog, tapi juga kemampuannya. Jadi, akankah kita menjalani pengalaman yang sama seperti di Eropa untuk menempuh jalan apa yang Donald E. Smith sebut sebagai the grand process of modernization?

Luqman Rico Khashogi

Pemerhati Politik Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun