Mohon tunggu...
Luqman Rico Khashogi
Luqman Rico Khashogi Mohon Tunggu... Penulis - Pengembara Ilmu

Pembelajar, Peneliti, Penulis, dan Pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wacana Politisasi Islam

10 Mei 2022   11:03 Diperbarui: 10 Mei 2022   11:08 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Awalnya gagasan itu dapat ditelusuri lewat bukunya, al-Islm wa Ushl al-Hukm. Beliau seperti tidak ingin mendengar al-Islm mahjbun bi al-muslimn; jangan sampai keagungan agama Islam tertutupi oleh cacat kaum Muslimin itu sendiri.

Dalam bahasa sekarang, Islam substantif jauh lebih penting daripada Islam formalistik. Sistem Khilafah yang dipraktekkan dalam rentan panjang Khulafaurrasyidin hingga pemerintahan Utsmani itu tidak hanya cenderung formalistik, tapi juga penuh kediktatoran. Tantangan ketatanegaraan modern menuntut Islam hadir secara substantif-kontekstual. 

Sebab, tugas Rasul adalah hanya wilyah rhiyyah dan bukan mendirikan negara. Rasul hanya pembawa risalah dan agama, bukan sistem pemerintahan dan kenegaraan (rislah la hukm wa dn l daulah). Jadi, jangan campur adukkan politik dengan Agama!

Dari sini tampak, bahwa trauma "integrasi" Agama dan negaralah yang kemudian melahirkan gagasan sekularisme; pemisahan agama dengan politik. Terkadang dibalut atau dipicu dengan jubah lain; desakralasisasi politik, seperti kata John Hick.

Kebaikan desakralisasi, menurut Ashgar Ali Engineer (1939-2013), ada pada nilai-nilai pluralisme dan HAM. Itu sebabnya berbagai konsep kunci dalam Islam, kata pejuang HAM India itu, pemaknaan kontemporernya perlu direkonstruksi, direinterpretasi, dan direkonseptualisasi. Perlu ada "pembebasan", singkat kata. Agar tidak ada ruang eksploitasi, manipulasi, dan politisasi.

Jadi, agama haruslah dipisahkan dari negara. Agama dianggap sebagai wilayah pribadi dan politik (negara) adalah wilayah publik; agama adalah hal yang suci sedangkan politik adalah hal yang "kotor". Argumentasinya, jika agama dicampur dengan politik, maka akan terjadi pola-pola ototirer, peluang korupsi, tidak adil, dan itu bermula dari politisasi agama. Desakralisasi politik pada akhirnya menjadi pertimbangan.

Menghalau Politisasi Islam Melalui Desakralisasi

Desakralisasi sendiri dapat dimaknai sebagai proses yang terus menerus menghilangkan sifat suci atau sakral. Biasanya, sesuatu yang sakral/ praktik-praktik yang dianggap suci oleh masyarakat "tidak boleh dikritik". Bila didudukkan dalam konteks politik, desakralisasi politik berarti proses terus menerus menghilangkan praktik-praktik politik yang dianggap sakral-suci yang tidak tersentuh kritik. Memang desakralisasi, kata John Obert Voll dalam Political Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses modernisasi.

Asumsinya, ketika "sakralitas" melekat dalam perilaku politik dengan pembenaran-pembenaran baik religius maupun sekuler, maka masyarakat tidak bisa menyentuh wilayah kebijakan publik. Dampaknya, potensi kesewenang-wenanganan jelas sulit dicegah. The King Can Do No Wrong.

Sebuah kajian tentang desakralisasi secara sistematis juga dapat dirujuk dalam karya Religion and Political Development-nya Donald E. Smith, yang membagi empat tipologi mendasar. Dua diantaranya adalah pengembangan (ekspansi) pemerintah untuk melaksanakan peranan mengatur lapangan sosio-ekonomi yang dulu dilakukan oleh struktur-struktur keagamaan, dan dominasi pemerintah terhadap keyakinan-keyakinan agama, peribadatan, dan struktur-struktur keagamaan. Ada perpindahan kuasa Agama ke kuasa negara, pendek kata.

Di sini, devaluasi radikal-nya Robert N. Bellah terlihat ada kedekatan dengan sekularisasi atau desakralisasi. Tidak boleh ada yang melindungi perilaku politik dengan argumen dan sentimen religius yang bersemayam dalam jubah identitas, baik untuk mempertahankan kekuasaan apalagi untuk kemenangan elektoral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun