Mohon tunggu...
Luqi Intalia
Luqi Intalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - (Twolisan)

|| menulislah, maka namamu akan abadi || Mahasiswi UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Pendidikan Agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ujung Garis

4 November 2022   10:30 Diperbarui: 7 November 2023   21:24 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejatinya; sikapmu pasti akan dipengaruhi oleh teman dekatmu. Maka ambillah manfaat dari mereka yang kamu temui juga mereka yang paling dekat denganmu. 


Hari-ku tak pernah sepi, ada senyum yang masih selalu mampu ku amati. Juga nasihat yang masih selalu ku dengar dari teman kecilku. Taufik, dia seperti abangku. Kami masih saudara. Bermain dengannya sudah menjadi rutinitasku sewaktu kecil. Hingga saat kami dewasa; ia tumbuh menjadi abang terbaik yang selalu ada, support bahkan selalu mau mendengarkan keluh kesahku.

Sayangnya takdir tak begitu merestui kebersamaanku dengannya. Kebersamaan itu harus berakhir; saat dia memilih untuk berumah tangga. Tanpa ada ungkapan sebuah rasa. Tapi kehilangannya adalah kehilangan teman cerita.

"Fik, gua di Majlis. Lu mau titip doa apa? Gua sampein nih ama Allah"
"Doain gua Ren. Gua pengen cepet nikah biar ga timbul fitnah mulu"

Begitulah,  Taufik sudah memiliki kekasih, bahkan sudah hampir lima tahun mereka bersama.

Tapi Taufik bukanlah tujuan akhir kisahku. Taufik hanyalah teman cerita, teman kecil dan abang terbaik.

Aku selalu mendoakannya, mendoakan kebaikannya, pun mendoakan kebahagiaan dia dengan kekasihnya.

"Awal tahun ini banyak banget yang mau nikah fik"
"Jangan-jangan lu  juga mau nikah awal tahun ini"
"Iya ren, gua mau nikah awal tahun ini"
"Cepet banget. Padahal kan lu janji mo nikah setelah gua"
"Gimana lagi ren. Gua udah di cepet-cepet ama mak bapak"
"Iya fik. Moga lancar ya"

Perbincangan kami selesai sampai disitu. Tak ada keinginan untuk mendoakannya secara langsung,  berterimakasih ataupun memberinya sebuah hadiah. Yang ku ingat hanyalah bukunya "Api Tauhid" Masih ada di lemariku.

Mendengar Taufik akan menikah sebenarnya membuat mentalku cukup goyah. Aku akan kehilangan teman cerita sekaligus abang terbaik. Tapi bagaimana lagi memang takdir menggariskan kisah ini selesai pada titik ini. Kisah ini berada di Ujung Garis. Sebab istri Taufik tak mungkin memberikan izin suaminya menyimpan kontak perempuan lain meskipun masih terbilang saudara. 

Dua hari lagi hari pernikahan Taufik. Setelah pertemuan yang terakhir itu, tak sedikitpun aku menghubunginya. Aku berusaha baik-baik saja. Padahal kehilangannya merupakan kehilangan terberat yang kurasa. Akankah kutemukan kembali orang sepertinya, teman cerita sebaik dirinya. Ah sungguh tidaklah ada yang sepertimu Fik.

"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam, eh Ren! "
"Gua mo ngembaliin  buku ini Fik, gua udah baca sampai tamat"
"Gimana isinya? "
"Bagus kok, banyak banget pesan-pesan indahnya"
"Biarin di lu aja"
"Ga ah, lagian kalo ga sekarang gua kembalikan ini. Kapan lagi"
"Hehe iya sih."
Ia mengkrenyitkan matanya. Senyum manis itu, wajah teduhnya. Detik ini adalah terakhir aku mengamatinya. Ingin rasanya ku ucapkan salam perpisahan. Tapi bibir ini tak mampu berkata-kata.

"Aku pamit Fik"
"Ren, tunggu! "
Taufik berdiri tepat di depanku.
Telingaku sejajajar dengan jantungnya. Ah apa ini, aku bisa mendengar detak jantungnya

"Ren, gua mo ngucapin terimakasih. Terimakasih sudah menjadi teman cerita yang baik, terimaksih sudah selalu berbagi cerita; trman kecilku, terimakasih atas pengetahuan baru yang lu sampaikan ke gua, dan terimakasih semuanya. Maaf gua ga bisa nepati janji menikah setelah lu menikah. Jaga diri baik-baik selagi gua sudah tidak disamping lu, gua selalu doain yang terbaik buat lu"

Aku hanya menunduk. Mendengarkan detak jantungnya lebih indah dari segudang kalimat terakhirnya. Aku takut air mata ini menetes. Malu sejadi-jadinya aku jika itu benar terjadi di depannya.

Tanpa kata. Aku langsung meninggalkannya.

", "
Sampai rumah ternyata Taufik sudah mengirimkan pesan. Harus ku jawab apa. seharusnya tanpa aku berbicara Taufik sudah tau bagaimana rasaku kehilangannya.

"Terimakasih ren, semoga lu segera mendapatkan pasangan hidup yang terbaik"

Kisah kami selesai sampai disini, selesai saat Taufik memutuskan untuk menikah lebih awal. Dan setelah ini senyumnya tak akan pernah kudapati lagi. Nasihatnya tak akan pernah ku dengar lagi.

Terimakasih Fik, meski pertemanan ini selesai sampai disini. Tapi lu banyak banget ngajarin gua kebahagiaan. Ngajarin gua kebaikan dan ngajarin gua bagaimana mengambil sudut pandamg dalam menyelesaikan permasalahan. Pengetahuan baru yang gua dapetin dari lu banyak banget. Pengen selamanya kita tetap berkomunikasi. Tapi takdir tidak mengijinkan itu. Dan kita benar-benar selesai.

Harapan gua hanya satu. Semoga Rabb kita mempertemukan kita kembali di akhirat-Nya. Menjadikan lu teman gua kembali.

_Selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun