Mohon tunggu...
Luthfiadi Cahyo Suharno
Luthfiadi Cahyo Suharno Mohon Tunggu... Swasta -

situ oke?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Medsos or Madsos?

17 Juli 2017   05:28 Diperbarui: 17 Juli 2017   06:28 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat pagi para kompasianer, Setelah lama absen menulis kini saya mencoba kembali untuk menuangkan unek unek yang ada di kepala saya. Jujur kegundahan muncul setelah berbagai kejadian muncul dan memunculkan reaksi yang sebenarnya sulit dipahami oleh masyarakat awam pada umumnya. kejadian pertama adalah dilaporkannya putra Presiden Joko Widodo, Kaesang yang dianggap telah melakukan pelecehan. Kedua kasus pansus hak angket KPK, Ketiga adalah masalah Perpu baru Ormas. 

Di era saat ini sangat mudah mendapat dan mengakses informasi, dibalik kemudahan tersebut untuk sebagian orang malah merasakan kesulitan tersendiri mendapatkan informasi yang bisa dipertanggung jawabkan. era media sosial sangat berdampak besar dimulai saat pilpres 2014 berlangsung. Media sosial kini tak lagi sama. banyak info yang simpang siur, dimana media sosial menjadi media untuk Ghibah. setiap orang sudah membentengi akal mereka yang hanya menerima dan mengakses informasi yang mendukung dan memperkuat apa yang mereka percayai. Merasa sudah menjadi pakar. 

Ini sudah masuk tahap darurat. media sosial bukan lagi tempat yang nyaman untuk berteman, mencari pengetahuan baru dan kini sekarang setiap orang merasa dan bersikap seolah mereka adalah "Pakar" saat menanggapi suatu Issue. Setiap pergolakan demi rating jumlah pembaca sengaja diarahkan menyuguhkan informasi yang tentu saja akan ditanggapi pro dan kontra. 

Media Sosial tak lagi nyaman seperti dulu, masih ingatkah dengan "ASL PLS"?, dimana pintu dunia dibuka untuk saling mengenal satu sama lain. penemuan abad ini yang bernama media sosial merubah banyak cara pandang dan bersikap. fase kritis ini dimanfaatkan betul para pencari keuntungan. dimana yang membutuhkan viewers banyak dan orang/kelompok kontra mencoba memanfaatkan kekuatan dari media sosial dengan logika mereka walaupun nantinya disikapi tanpa menggunakan logika lagi karena yang ada hanya amarah dan kebencian. 

Warganet saat ini sangat doyan untuk berdebat, tapi sayangnya mereka mudah untuk sakit hati, tidak terima-an dan gampang membenci. media sosial menjadikan mereka buas di dunia maya dan bisa memilih peran seperti yang mereka inginkan. Merekalah yang dibutuhkan untuk menaikan rating, menggalang dukungan dan mencari pembenaran. 

Sangat bahaya, seperti yang kita tahu. Negara kita dipersatukan dari banyak perbedaan. Suku, Bahasa, Agama, Kebudayaan. Jangan sampai media sosial yang harusnya mempermudah untuk mengenal satu sama lain menjadi boomerang yang sangat berpotensi memecah keberagaman ini. Saya ajak para pembaca untuk sama sama mengingatkan bahwa perjuangan nenek moyang kita dalam keadaan genting akibat media sosial dijadikan senjata mengkerdilkan pemikiran dan cara pandang, menuntun bagaimana harus bersikap. 

Pada akhirnya yang ada hanya memikirkan kelompok sendiri, menjadikan diri sebagai orang egois. Mari kita sikapi permasalan ini dengan bijak, berfikir dulu baru melangkah. sehingga timbul untuk saling menjaga. bukan untuk saling memecah. demikian curhat saya. semoga artikel ini juga mewakili kegundahan kompasianer lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun