Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan lemahnya daya beli, fenomena lipstick effect belakangan terjadi di Indonesia. Melansir dari Investopedia, fenomena lipstick effect adalah suatu fenomena dimana konsumen masih menghabiskan uang untuk kesenangan-kesenangan kecil di saat kondisi ekonomi sedang melemah atau hanya memiliki sedikit uang.
Istilah "lipstick effect" dicetuskan pertama kali oleh seorang billionaire dan CEO Estee Lauder, Leonard Lauder pada tahun 2001 ketika ia menyadari adanya lonjakan penjualan lipstick di perusahaannya pasca insiden 9/11.
Fenomena lipstick effect adalah respons masyarakat dalam menghadapi tekanan ekonomi dengan cara mengalihkan pola belanja dari barang-barang mewah atau mahal ke barang-barang yang lebih terjangkau. Istilah kerennya adalah affordable luxury. Perubahan pola konsumsi ini dianggap dapat memberikan kepuasan tersendiri atau semacam penghiburan kecil di tengah ketidakpastian ekonomi.
Meski bernama "lipstick effect", fenomena ini tidak terbatas pada pembelian lipstick atau produk kecantikan semata. Pembelian barang-barang yang termasuk kebutuhan tersier, seperti tiket konser, gadget, atau pakaian bermerk juga tergolong ke dalam fenomena lipstick effect.
Selain faktor ekonomi, lipstick effect juga dapat dipicu oleh faktor psikologis dan sosiologis. Zubin Sethna, professor entrepreneurial marketing and consumer behaviour di Regent's University London, sebagaimana dikutip oleh The Independent menyebut, lipstick effect berakar pada kecenderungan konsumen untuk mencari kenyamanan dan gratifikasi emosional di masa-masa sulit.
Profesor Sethna juga mengatakan bahwa memanjakan diri dengan membeli barang-barang yang sedikit mewah ketika mengalami tekanan finansial menawarkan eskapisme sementara dan kesenangan yang nyata tanpa beban finansial dari investasi yang lebih besar sehingga memicu aliran dopamine dan menghadirkan dorongan psikologis.
Sementara itu, secara sosiologis, fenomena lipstick effect dapat dipengaruhi oleh viralitas di media sosial. Hal ini misalnya terjadi ketika demam boneka Labubu, boneka monster lucu keluaran Pop Mart yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Meski boneka Labubu sudah ada sejak 2015, kepopulerannya menanjak signifikan setelah Lisa Blackpink mengunggah foto boneka Labubu miliknya di Instagram pada April 2024. Sejak itu, Labubu Lisa menjadi viral, bukan hanya di negara asal Lisa, Thailand, melainkan juga meluas ke Indonesia, Vietnam, Malaysia, Singapura dan berbagai negara di Asia lainnya. Proses mendapatkan boneka Labubu yang menantang karena seringkali ditawarkan dalam blind box tentu menawarkan pengalaman berbelanja yang unik pada pembeli.
Gaya hidup FOMO juga dapat memicu lipstick effect, terutama di kalangan anak muda. Menurut Center of Economic and Law Studies (Celios) sebagaimana dikutip oleh Tirto.id, fenomena lipstick effect termasuk ke dalam kategori doom spending.
Fenomena doom spending yang terjadi pada gen Z dan milenial turut memperkuat fakta mengenai tren belanja berlebihan yang dipicu oleh ketakutan akan kondisi ekonomi di masa depan yang lebih buruk. Pendapatan rendah bahkan di bawah UMR, ancaman PHK, lapangan kerja sempit, harga rumah naik gila-gilaan dan tak terjangkau kantong, membuat banyak anak muda putus asa. Akhirnya pendapatan saat baru kerja dihabiskan untuk hura-hura karena tidak ada harapan jadi kaya di masa depan.