Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bias Pandangan terhadap Penyandang Disabilitas dalam Kasus Agus Buntung

20 Desember 2024   05:47 Diperbarui: 20 Desember 2024   05:47 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 44 KUHP lama menyebut alasan pemaaf dapat digunakan jika 1.) pelaku kurang sempurna akalnya dan 2.) sakit berubah akalnya.

Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 38 UU 1/2023 diterangkan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan disabilitas mental dan disabilitas intelektual. Jika pelaku merupakan penyandang disabilitas mental yang dalam keadaan akut disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang dan berat, pelaku tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan (Pasal 39 UU 1/2023).

Agus Buntung adalah penyandang disabilitas fisik. Jadi, kalau merujuk pada penjelasan undang-undang di atas, penyandang disabilitas fisik tidak dapat dikenai alasan pemaaf jika dia melakukan tindak pidana. Dalam kasus Agus Buntung, pihak kepolisian masih memproses kasus ini secara lebih mendalam dengan pemeriksaan menyeluruh dan rekonstruksi kasus.

Manipulasi Emosional

Meski tidak memiliki tangan, Agus Buntung mampu memperdaya korbannya dengan memanfaatkan trik manipulasi emosional. Apa itu manipulasi emosional?

Manipulasi emosional adalah suatu bentuk pengendalian atau pengaruh terhadap perasaan dan pikiran seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, seringkali tanpa sepengetahuan atau persetujuan orang yang terpengaruh. Trik ini biasa digunakan dengan memanfaatkan respons emosional seseorang, seperti rasa takut, rasa bersalah, kebingungan, atau rasa tidak aman, agar korban mau menuruti keinginan pelaku.

Manipulasi emosional bisa terjadi dalam berbagai konteks relasi, baik itu relasi di tempat kerja, di rumah, hubungan asmara dan sebagainya. Berbeda dengan kekerasan secara fisik yang mudah diindera tanda-tandanya, manipulasi emosional tampak harmless sehingga orang sering tidak sadar kalau ini termasuk kekerasan.

Ketika berhadapan dengan orang yang manipulatif, Anda akan dibuat tidak aman, tidak berdaya dan sering merasa bersalah atas kesalahan yang tidak Anda lakukan. Setiap Anda mengungkapkan pengalaman atau perasaan tertentu, orang manipulatif akan meremehkan hal itu. "Kamu berlebihan deh", "Gak usah lebay. Itu kan hanya perasaanmu aja" dan kalimat sejenis biasa dilontarkan oleh orang manipulatif untuk membuat Anda terus-menerus meragukan diri sendiri.

Selain itu, orang manipulatif akan menjauhkan Anda dari orang-orang terdekat dengan membuat seolah-olah hanya dia yang layak Anda percayai. Jadi, buat Anda yang berpasangan, kalau setelah pacaran atau menikah dengan dia Anda malah dilarang bertemu atau berkomunikasi dengan keluarga atau teman, berarti Anda sudah masuk perangkap manipulasi emosional.

Semua perilaku tersebut akan tampak wajar-wajar saja sampai Anda sadar bahwa ini adalah pintu masuk untuk tindak kekerasan lain yang lebih parah.

Kesimpulan

Kasus Agus Buntung menunjukkan pada kita bahwa siapapun bisa menjadi pelaku pelecehan seksual, termasuk orang dengan disabilitas. Dalam menyikapi kejadian seperti ini tetap utamakan keberpihakan pada korban, sampai terbukti sebaliknya.

Kemudian, masyarakat kita juga perlu dididik untuk memiliki pemahaman yang tepat sehingga tidak ada lagi bias terhadap penyandang disabilitas. Menjadikan mereka sebagai sosok yang perlu dikasihani bisa jadi problematik pada akhirnya. Sebagaimana kasus Agus Buntung ini, dimana pelaku masih mendapatkan simpati dan pembelaan dari sebagian netizen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun