Plastik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Dari bahan plastik yang ada, kita mengenal plastik yang dapat dibentuk menjadi peralatan tertentu sehingga lebih tahan lama seperti gayung, ember, talenan plastik, wadah makan dan minum, pipa dan sebagainya.Â
Namun, ada juga plastik sekali pakai seperti kemasan makanan ringan pabrikan atau barang-barang kebutuhan rumah tangga, yang begitu habis isinya biasanya langsung dibuang.Â
Plastik sekali pakai inilah yang menjadi masalah bagi lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah terurai. Ditambah lagi dengan gaya hidup manusia modern yang lebih mengedepankan kepraktisan, secara tidak langsung turut berkontribusi terhadap peningkatan sampah plastik.
Misalnya saja kegemaran masyarakat akan belanja daring, ternyata berpengaruh terhadap peningkatan produksi sampah plastik dan emisi karbon dari proses pengantaran barang.Â
Sebuah survei dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 20 April sampai 5 Mei 2020 lalu di kawasan Jabodetabek mencatat adanya peningkatan tumpukan sampah plastik akibat peningkatan aktivitas belanja daring dan layanan pesan antar yang terjadi selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat pandemi Covid-19. Tumpukan sampah plastik tersebut disumbang oleh penggunaan bungkus plastik, selotip dan bubble wrap untuk pengemasan paket.
Masalah sampah plastik juga diungkapkan melalui pernyataan Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar, di mana timbunan sampah plastik di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak tahun 1995. Pada tahun 2022, dari total 69 juta ton sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia, sebanyak 18,2% atau 12,5 juta ton berupa sampah plastik.
Pernyataan Novrizal tersebut senada dengan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2022, masyarakat Indonesia menghasilkan 35,93 juta ton timbulan sampah atau naik 22,04%Â year-on-year dari tahun 2021. Jenis sampah yang paling banyak berkontribusi menciptakan timbulan sampah nasional 2022 tersebut adalah sampah sisa makanan dengan persentase sebesar 40,5%. Disusul oleh sampah plastik dengan persentase sebesar 17,9% di posisi kedua.
Sebagai respon dan antisipasi dari potensi dampak yang lebih serius, kebijakan pun dibuat untuk mengurangi sampah plastik. Misalnya, melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkugan yang mensyaratkan kantong belanja ramah lingkungan sebagai kantong belanja guna ulang yang bisa terbuat dari bahan apapun, baik daun kering, kertas, kain, polyester dan turunannya maupun materi daur ulang.Â
Adapun untuk kemasan plastik sekali pakai boleh digunakan untuk membungkus dan menjaga sanitasi bahan pangan sampai ada pengganti yang ramah lingkungan. Peraturan Gubernur tersebut juga menganjurkan konsumen untuk membawa wadah sendiri ketika berbelanja bahan pangan basah.
Minimarket dan pusat perbelanjaan modern di berbagai kota berinisiatif menjalankan kebijakan, baik dengan tidak lagi menyediakan kantong kresek (menggantinya dengan tote bag) maupun menerapkan kantong kresek berbayar. Kini tak sedikit penjaga kasir di toko-toko yang menanyakan "mau dikantong plastik?" atau "bawa kantong belanja sendiri?" kepada konsumen yang berbelanja.