Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uma Oma Cafe dan Kritik Atas Ageisme di Dunia Kerja Kita

23 September 2023   06:00 Diperbarui: 23 September 2023   06:21 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uma Oma Cafe di Melawai, Jaksel-sumber gambar: instagram.com/food.serenade

Kafe telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kekinian, terutama bagi kaum muda urban. Pemilik bisnis dituntut untuk memutar otak, berinovasi dan menciptakan konsep yang unik agar dapat bersaing dengan kafe-kafe lain.

Jika biasanya kafe berisikan anak-anak muda sebagai pekerjanya, sebuah kafe di daerah Melawai, Jakarta Selatan ini punya konsep unik. Namanya Uma Oma Cafe. Kafe yang baru dibuka di daerah tersebut pada bulan September 2023 ini juga mempekerjakan lansia. 

Bahkan, di lowongan kerja yang diunggah di akun instagram @umaomacafe tidak mencantumkan batasan usia maksimal. Dan itu diberlakukan untuk 8 posisi yang dibuka. 

Kehadiran Uma Oma Cafe bukan hanya menambah referensi tempat nongkrong yang asyik buat anak-anak Jakarta, melainkan juga mematahkan stigma bahwa lansia sudah tidak mampu lagi produktif dan berdaya. Di tengah maraknya ageisme (diskriminasi usia) di dunia kerja tanah air, apa yang dilakukan oleh founders Uma Oma Cafe ini sekaligus menjadi oase bagi para lansia yang masih sehat untuk tetap bisa mengaktualisasikan dirinya di usia senja. 

Di Indonesia, pemandangan lansia masih aktif bekerja mungkin tampak tidak lazim. Beberapa mungkin merasa iba dan mempertanyakan tentang keberadaan dan tanggung jawab anak-anaknya, mengapa bapak atau ibu sudah tua begitu masih harus bekerja. 

Padahal kenyataannya tidak selalu begitu. Mereka pun tidak melulu minta dikasihani karena usianya. Kakek saya dari pihak ayah, sampai sebelum wafatnya, bahkan masih aktif mengurus CV nya, mengajar, berorganisasi dan sering melayani tamu-tamu yang datang ke rumah untuk berdiskusi. 

Jangankan yang sudah lansia, umur 30 tahun rasanya sudah seperti manusia purba kalau di dunia kerja Indonesia. Bagaimana tidak, sebagian besar lowongan kerja kita mensyaratkan batas usia maksimal yang sangat muda, yaitu di rentang usia 25-30 tahun. Sudah batas usia maksimal yang ditetapkan sangat muda, masih ditambah syarat "lajang". 

Pekerja perempuan mengalami dampak yang lebih berat dengan adanya ageisme ini. Tanpa ageisme saja, pekerja perempuan sudah mengalami sejumlah kesulitan seperti diskriminasi gender, kesenjangan upah, hak atau fasilitas di tempat kerja yang tidak memadai (misal: penyediaan ruang laktasi, hak cuti haid, jam kerja yang terlalu panjang dan sebagainya). 

Dengan adanya ageisme, perempuan berusia 30 tahun ke atas yang hendak kembali bekerja atau switch career seringkali kesulitan memperoleh pekerjaan formal. Pilihan semakin terbatas sedangkan pasar tenaga kerja lebih meminati orang-orang berusia di bawah 30 tahun untuk direkrut. 

Bagi pekerja perempuan, mengambil gap year untuk fokus mengurus keluarga setelah menikah itu lazim terjadi. Biasanya, mereka akan kembali berkarir setelah anak disapih atau sudah masuk usia sekolah. Sayangnya, niat itu terhalang karena status pernikahan dan usia yang dianggap tidak lagi muda di pasar tenaga kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun