Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Setiap Kompasianer Perempuan adalah Kartini Masa Kini

21 April 2023   10:55 Diperbarui: 22 April 2023   00:42 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik pilihan tentang penulis perempuan di Kompasiana ini memang menarik. Saya berterima kasih kepada admin. Bagi saya, topil ini sekaligus sebagai bentuk apresiasi dan dukungan pada Kompasianer perempuan untuk tetap berkarya.

Seandainya saya diminta untuk menuliskan atau menyebutkan siapa Kompasianer perempuan yang paling keren atau menginspirasi saya serta alasannya, sepertinya tidak akan cukup ditulis dalam 1.200 kata. Selain ada banyak K-ner perempuan luar biasa yang saya tahu, masing-masing memiliki ciri khas dan kelebihan.

Saya tidak ingin membandingkan mereka. Sebab, seorang K-ner perempuan bisa jadi punya kelebihan dan ciri khas dalam satu hal sedangkan K-ner perempuan yang lain punya kelebihan dan ciri khas dalam hal yang berbeda.

Saya misalnya. Bisa dibilang saya cukup opinionated soal isu perempuan atau yang berkaitan dengan anak-anak muda. Saya percaya diri untuk menuliskannya karena saya cukup well literate soal isu-isu tersebut.

Sementara dalam hal lain, misalnya tentang membuat kreasi masakan, ada K-ner perempuan lain yang jauh lebih bisa diandalkan untuk menuliskannya ketimbang saya yang tidak pandai memasak. 

Dari sinilah saya merasa bahwa perbedaan pengetahuan, kemampuan, bakat, hobi dan sebagainya antar K-ner perempuan bukan untuk saling berkompetisi, melainkan untuk berkolaborasi membangun dunia literasi yang lebih baik. Meminjam istilah dari Romo Bobby (nama akun Ruang Berbagi), "saling dukung bukan saling tikung".

Saya dengan identitas, pengetahuan, kemampuan, bakat dan ciri khas saya. Mereka dengan identitas, pengetahuan, kemampuan, bakat dan ciri khas mereka.

Ada semacam mitos yang sering digembar-gemborkan bahkan, lama kelamaan diyakini juga oleh banyak orang kalau sesama perempuan pasti akan bersaing. Entah itu perkara karier, posisi atau yang paling sering diekspose oleh media maupun industri hiburan adalah soal rebutan perhatian laki-laki.

Sampai-sampai ada yang bilang, "girls are mean" sehingga yakin benar bahwa "woman supports woman" itu tidak mungkin. 

Padahal persaingan sesama perempuan itu bagian dari doktrin patriarki yang sudah tertanam di alam bawah sadar kita. Itu sebabnya kita mudah sekali mengejek perempuan yang belum menikah, merendahkan perempuan yang berstatus janda atau menghancurkan mimpi sesama perempuan dengan mengatakan, "Ngapain sih perempuan sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya cuma jadi ibu rumah tangga?".

Maka, benar apa yang ditulis oleh Kompasianer Inosensius I. Sigaze dalam artikelnya bahwa menyebut nama K-ner perempuan tertentu bisa membuat mereka bangga tapi juga bisa menciptakan kekecewaan pada mereka yang tidak disebut namanya.

Jika beliau yang laki-laki saja bisa paham hal sesederhana ini, mengapa saya yang perempuan tidak bisa? Di mana perasaan saya yang seharusnya lebih mampu berempati pada sesama perempuan?

Saya tidak ingin "woman supports woman", "me too", "sisterhood" dan apapun itu hanya menjadi tagar di media sosial dan jargon kosong.

Dengan menyadari bahwa ada jiwa atau semangat Kartini dalam diri setiap K-ner perempuan, saya ingin mematahkan stereotipe persaingan perempuan. 

Saya ingin agar tulisan saya bisa menjadi ruang aman yang mendukung dan menguatkan K-ner perempuan lain untuk berani merangkul identitas dan keunikannya. 

Bagi saya, meski dengan tertatih-tatih, perempuan yang berani menulis (tentang apapun itu) harus diapresiasi dan didukung. 

Kartini menjadikan membaca dan menulis sebagai sarana pembebasan dari sesaknya tembok pingitan. Ia menolak tunduk pada kebodohan dan hal-hal yang menciderai nilai-nilai kemanusiaan, termasuk upaya-upaya untuk meminggirkan kaum perempuan.

Zaman Kartini memang sudah berlalu seratus tahun lebih. Namun, semangatnya untuk mencerdaskan dan mencerahkan pemikiran para perempuan akan terus hidup sampai kapanpun.

Dan sekarang, kita bisa melihat serta merasakan semangat itu dari para K-ner perempuan yang tetap berkarya, meski tak jarang terhalang oleh keterbatasan.

Selamat Hari Kartini. Selamat Idul Fitri bagi yang merayakan, baik hari ini maupun besok pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun