Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Apa yang Dibutuhkan Anak dari Orangtuanya Ketika Mengalami Cinta Monyet?

9 November 2022   14:53 Diperbarui: 11 November 2022   13:25 1127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi remaja pacaran| Dok Shutterstock via Kompas.com

Masa pra dan pubertas, di mana anak perempuan sudah mendapat menstruasi pertama dan anak laki-laki sudah mimpi basah, timbulnya ketertarikan terhadap lawan jenis adalah hal yang wajar. Di usia tersebut, biasanya anak akan mengalami cinta monyet. 

Saya mulai merasa tertarik pada teman laki-laki di kelas 3 SD. Dia teman sekelas saya. Anaknya pintar, jago olahraga, tinggi, dan berwajah manis. 

Eh tapi, meski saya telah mengenal cinta monyet sejak kelas 3 SD, waktu itu saya gak pacaran.

Saya baru punya pacar di kelas X SMA. Itu pun dengan syarat dan ketentuan berlaku dari orangtua. Termasuk jangan sampai mengganggu konsentrasi belajar maupun keaktifan saya di kegiatan-kegiatan yang saya ikuti. Dan yang lebih penting lagi adalah bisa jaga diri. 

Karena cinta monyet biasa dialami pada usia remaja--yang umumnya masih labil--perasaan tersebut mudah berubah. Namun, tidak menutup kemungkinan perasaan yang dimiliki sejak masa kanak-kanak atau remaja itu bisa bertahan untuk waktu yang lama. 

Saya punya teman masa kecil laki-laki, anak tetangga, yang suka sama saya sejak masih SD sampai kami tumbuh dewasa. Kalau ketemu saya malu-malu. Bicara dengan saya pun tak berani menatap mata langsung. 

Entah bagaimana perasaannya sekarang, sebab kami sudah jarang bahkan hampir tidak pernah bertemu lagi sejak dia lulus kuliah dan bekerja di kota lain. 

Dulu saat kami kuliah di kampus yang sama, salah seorang teman pernah memergokinya sedang curi-curi pandang ke arah saya yang waktu itu lagi asyik ngobrol dengan teman-teman lainnya. 

Pernah juga dia sengaja berlama-lama mengobrol dengan saya sedangkan saya sudah ditunggu teman untuk segera menyelesaikan suatu urusan. Saya pikir apa karena lagi di kampus makanya dia memanfaatkan kesempatan. Coba di lingkungan perumahan, mana pernah dia begini. 

Meski orangtua tahu, mereka tidak pernah meledek saya. Biasanya mereka hanya memberi nasihat dan peringatan. Yang godain biasanya malah adik perempuan dan teman-teman dekat saya. Huft :(

ilustrasi dua anak remaja yang pacaran-photo by Ron Lach from pexels
ilustrasi dua anak remaja yang pacaran-photo by Ron Lach from pexels

Baiklah, saya akhiri saja ya, sesi curcolnya. Sekarang mari masuk ke inti utama, apa sih yang dibutuhkan seorang anak dari orangtua ketika ia mengalami cinta monyet? 

1. Orangtua yang dapat menjadi sahabat dan pendengar yang baik

Jika orangtua ingin anak bersikap jujur dan terbuka perihal kisah cinta monyetnya, orangtua harus bisa memposisikan diri sebagai sahabat dan pendengar yang baik bagi anak.

Syukur kalau bapak ibu punya anak berkarakter ekstrovert yang lebih terbuka dan cenderung doyan ngomong. Tanpa dipancing terlalu banyak pun dia bisa cerita ngalor-ngidul ngetan-ngulon.

Coba kalau bapak ibu punya anak introvert kayak saya. Pendekatannya mesti ekstra hati-hati dan sabar. Salah sedikit saja, semua bisa ambyar. Boro-boro mau cerita, yang ada anak takut duluan.

2. Orangtua yang mampu memvalidasi dan menghargai perasaan anak

Jangan sekali-kali meledek anak ketika dia mengaku menyukai teman lawan jenis atau ketika ada teman lawan jenis yang menyukainya. 

Diledek orangtua sendiri itu sakit, lho, pak, bu. Lebih sakit dari ketika ditinggal doi pas lagi sayang-sayangnya. 

Selain didengar, anak juga butuh dihargai perasaannya. 

Mungkin lucu ya kedengarannya, anak kecil kok ngomongin cinta-cintaan. Namun, apapun yang anak rasakan itu valid. Dan merasa tertarik pada teman lawan jenis itu tidak salah. Jadi, tidak seharusnya diremehkan atau diabaikan. 

3. Orangtua yang dapat diajak berdiskusi secara sehat

ilustrasi seorang remaja putri sedang berdiskusi pada orangtuanya-photo by Julia M Cameron from pexels
ilustrasi seorang remaja putri sedang berdiskusi pada orangtuanya-photo by Julia M Cameron from pexels

Anak cenderung tidak suka dengan nasihat yang terdengar menggurui dan menghakimi. Mereka lebih suka kalau diajak ngobrol baik-baik atau berdiskusi secara sehat. 

Coba cari waktu luang untuk ngobrol-ngobrol santai dengan anak. Anak pasti senang kalau dia bisa mempercayai dan merasa nyaman bercerita apapun pada orangtuanya, termasuk soal cinta. Dengan demikian, orangtua jadi lebih mudah dalam mengarahkan dan memberi pemahaman pada anak. 

4. Orangtua yang dapat mengenalkan batasan personal dalam pergaulan 

Anak bergaul atau suka pada teman lawan jenis itu wajar. Namun, anak juga perlu diberi pemahaman tentang batasan pribadi dalam pergaulan. 

Misalnya, tidak boleh pegang-pegang tubuh temannya sembarangan. Apalagi pegang-pegangnya di bagian-bagian sensitif, seperti payudara dan area genital. 

Temannya pun tidak boleh sembarangan pegang-pegang tubuhnya. Ajarkan anak untuk mampu bersikap tegas atas batasan pribadinya tapi tetap menghargai perasaan orang lain.

Hal ini sekaligus menghindarkan anak dari melakukan atau menjadi korban pelecehan seksual. Jangan salah, sekarang ini, anak-anak SD pun ada yang melakukan pelecehan seksual pada temannya. 

Tidak percaya? Silakan googling. 

Anak remaja yang sudah punya media sosial juga perlu diajarkan untuk menjaga batasan dirinya. 

Misalnya, untuk tidak sembarangan memberikan informasi pribadi pada laki-laki yang mengajak kenalan melalui media sosial.

Sebab banyak kejahatan bertebaran di dunia maya. Mulai dari penipuan sampai KGBO (Kekerasan Gender Berbasis Online). Jangan sampai anak menjadi korban berikutnya. 

Penutup 

Mengenal cinta monyet adalah bagian dari perkembangan anak di usia pubertas. 

Komunikasi dan perhatian dari orangtua adalah hal penting yang dapat mendorong anak untuk mau bercerita secara terbuka tentang perasaannya. Jangan sampai anak takut bercerita karena biar bagaimana juga, lebih baik anak cerita pada orangtuanya daripada ke oranglain, apalagi yang hanya kenalan di medsos. 

Ya, kalau teman atau siapapun yang diceritain itu orangnya bener. Kalau ternyata anak malah dapat nasihat sesat? Siapa mesti tanggung jawab?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun