Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bubarnya Gerwani dan Kemunduran Gerakan Perempuan di Indonesia

1 Oktober 2022   11:06 Diperbarui: 1 Oktober 2022   11:12 2571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Orde Baru (Orba) berkuasa, nama PKI dan seluruh organisasi underbow maupun yang berafiliasi dengannya, dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Tak terkecuali Gerwani. 

Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) adalah organisasi perempuan di Indonesia yang dianggap sebagai salah underbow PKI, tapi sebenarnya merupakan organisasi independen berideologi feminis dan sosialis. 

Awalnya, Gerwani dikenal sebagai Gerwis (Gerakan Wanita Istri Sedar) yang didirikan pada 4 Juni 1950 di Semarang, Jawa Tengah. 

Organisasi ini dibentuk oleh enam organisasi perempuan dari berbagai daerah di Pulau Jawa, yaitu Rukun Putri Indonesia, Persatuan Wanita Sedar (Surabaya), Istri Sedar (Bandung), Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwindo (Kediri), Wanita Madura (Madura) dan Perjuangan Putri Republik Indonesia. 

Pada Kongres II Gerwis tahun 1954, nama Gerwis berubah menjadi Gerwani. Dengan nama yang baru, mereka sepakat untuk mengubah bentuk organisasi, dari organisasi yang berorientasi kader menjadi berorientasi massa. 

Di era Orba, Gerwani diasosiasikan sebagai perempuan-perempuan amoral yang menyiksa para jenderal sambil menari telanjang dan diiringi lagu Genjer-Genjer. 

Padahal Gerwani merupakan organisasi perempuan paling progresif yang pernah dimiliki bangsa ini. 

Gerwani giat mengedukasi, mengadvokasi dan memperjuangkan hak-hak anak dan perempuan. 

Mereka melakukan pemberantasan buta huruf, memperjuangkan perubahan Undang-Undang Perkawinan yang dinilai banyak merugikan perempuan, menentang pernikahan anak dan pemaksaan pernikahan, menentang kekerasan seksual dan domestik, membela hak-hak perempuan yang dipoligami, membangun sekolah dan memberikan edukasi perihal kesehatan reproduksi. 

Terkait poligami, mereka juga tak ragu untuk memprotes pimpinan PKI yang ketahuan mengambil perempuan lain sebagai istri kedua, sampai orang tersebut didepak dari organisasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun