Namun, produksi tidak terjadi setiap hari. Produksi atau musim giling tebu biasanya dilakukan selama 6-7 bulan, yaitu pada bulan April atau Mei hingga Oktober. Sementara bulan-bulan di luar musim giling dimanfaatkan untuk perawatan mesin.Â
Awal mula musim giling ditandai dengan ritual cembengan yang menyajikan berbagai kegiatan, seperti kirab tebu temanten, penanaman kepala kerbau atau sapi, pagelaran wayang kulit dan pentas seni, pasar rakyat hingga ruwatan mesin pabrik.Â
Pabrik Gula dan Masalah Limbah
Berada dekat dengan pemukiman warga, tidak lantas membuat aktivitas PG Madukismo bebas dari keluhan masyarakat sekitar, terutama mengenai pencemaran lingkungan.Â
Limbah tebu dan spiritus dari pabrik mencemari perairan di sekitar pabrik, dari kali-kali kecil sekitar pabrik hingga Sungai Bedog.Â
Tahun 2013 silam, limbah cair yang masuk ke Sungai Bedog menyebabkan ribuan ikan mati di sepanjang aliran sungai. Warga sekitar juga mengeluhkan tentang limbah yang mencemari sumur warga sehingga airnya tidak layak untuk MCK dan dikonsumsi.Â
Meski tak sedikit yang meyakini bahwa limbah ini dapat menyuburkan tanah, limbah dalam jumlah berlebih dan pekat yang mengalir ke areal persawahan justru mematikan tanaman padi. Seringkali petani harus menunggu sekitar satu jam untuk memastikan agar limbah yang mengalir ke sawah tidak terlalu pekat.Â
Wasana KataÂ
PG Madukismo yang masih bertahan hingga hari ini menunjukkan bagaimana kehadiran pabrik gula punya dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar.Â
Sebagaimana pabrik atau industri lain yang dekat dengan pemukiman warga, selain dapat mendatangkan manfaat juga rentan terjadi konflik, seperti masalah lingkungan dan sengketa lahan.Â
Dialog yang setara, transparan, terbuka dan melibatkan masyarakat tentu harus dikedepankan agar konflik tidak berlarut menjadi tindak kejahatan yang lebih serius.Â
Jangan sampai masyarakat hanya menjadi objek dan tidak merdeka dalam mengelola tanahnya sendiri. Sebab itulah yang terjadi di era kolonial ketika Belanda melalui UU Agraria dan UU Gula meliberalisasi Jawa.Â
Cara-cara kolonial itu sayangnya masih terjadi hingga kini di berbagai daerah, dengan wajah baru, meski Belanda sudah lama angkat kaki. Bahkan tidak hanya dilakukan oleh industri gula, tapi juga kelapa sawit, tekstil, semen, pertambangan dan lain-lain.Â