Kondisi tersebut diperparah dengan kompetisi antar produsen ponsel pintar yang gemar meluncurkan model terbaru secara teratur sehingga umur ekonomisnya makin lama makin pendek. Ponsel dibuat lebih cepat rusak dan sulit diperbaiki agar konsumen membeli yang baru.
Ironisnya, jumlah ponsel yang dikumpulkan dan dapat didaur ulang dengan benar masih sedikit sehingga ponsel yang rusak hanya teronggok menjadi sampah. Dari 40-50 juta ton limbah elektronik yang diproduksi tiap tahun di seluruh dunia, yang telah didaur ulang dengan benar tidak lebih dari 16% saja.
Jejak Karbon dari Aktivitas Digital
Selain proses produksi perangkat elektronik, aktivitas digital kita ternyata juga menghasiilkan jejak karbon yang berdampak pada perubahan iklim dan pemanasan global.
Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna internet mencapai 83,7 juta pada tahun 2014. Saat ini, jumlah pengguna internet di seluruh dunia telah menembus angka 4,1 miliar.Â
Penggunaan internet atau aktivitas digital menghasilkan jejak karbon yang setara dengan 3,7% dari emisi global. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat 2 kali lipat pada tahun 2025.
Jejak karbon dari aktivitas digital umumnya terkait dengan konsumsi listrik oleh perangkat, di mana sebagian besar sumber energi listrik masih berasal dari energi fosil, terutama batu bara.Â
Selain itu, jejak karbon yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh pusat data tempat penyimpanan material yang akan disalurkan ke konsumen dengan menggunakan teknologi transmisi.
Seperti hasil studi oleh Badan Lingkungan Federal Jerman yang dikutip dari dw.com, streaming video melalui kabel serat optik memiliki emisi CO2 yang paling rendah, yaitu hanya 2 gram per jam. Transmisi data dengan menggunakan kabel tembaga (VDSL) menghasilkan emisi karbon sebanyak 2 kali lipat.Â
Teknologi seluler 3G menghasilkan emisi sebanyak 90 gram CO2 dalam 1 jam. Sementara itu, teknologi seluler generasi mendatang atau teknologi 5G dapat menghasilkan emisi sebesar 5 gram CO2 per jam.
Meski pusat penyimpanan data hanya menyumbang sebagian kecil dari keseluruhan penggunaan energi, jumlahnya bervariasi tergantung pada seberapa efisien penggunaan dan pendinginan server. Peningkatan volume data yang ditransmisikan, baik dalam bentuk jaringan, bioskop rumah atau konferensi video, dapat memengaruhi konsumsi energi yang berdampak pada peningkatan emisi karbon.
Hasil penelitian dari badan riset, Gartner menyebutkan bahwa konsumsi listrik untuk berselancar di internet dalam kurun 1 tahun adalah 365 kWh (kilowatt per jam). Jumlah emisi CO2 aktivitas ini setara dengan emisi yang dihasilkan dari berkendara dengan mobil sejauh 1.400 km. Untuk satu kali aktivitas kita di mesin pencari Google, butuh listrik sebesar 3,4 Wh, dengan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan sebanyak 0,8 gram.