Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Baju Murah dan Sederet Fakta Kelam di Baliknya

19 April 2022   05:57 Diperbarui: 19 April 2022   12:45 2688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tumpukan sampah pakaian di TPA-sumber foto: AFP diunduh dari beritasatu.com

Kecelakaan itu sebenarnya bisa dicegah dan diminimalisasi dampaknya jika perusahaan mau memperhatikan keamanan dan keselamatan kerja karyawannya. Namun, apa daya, demi pendapatan perusahaan, nyawa banyak orang harus dikorbankan.

Nasib tragis yang menimpa ribuan pekerja Rana Plaza bukan cerita baru dalam industri tekstil.

Seorang pekerja di Addis Ababa, Ethiopia, menceritakan kepada bbc.com tentang kondisi tempatnya bekerja yang tidak layak, seperti toilet yang kotor dan perlakuan kasar yang sering diterima pekerja. Upah minim, uang lembur yang pembayarannya ditunda-tunda dan pemeriksaan perut pelamar kerja perempuan untuk memastikan apakah dia hamil atau tidak, adalah hal lain yang juga terjadi di tempatnya bekerja.

Industri Fast Fashion dan Masalah Ketenagakerjaan

petani kapas memanen kapas untuk industri tekstil-photo by Quang Nguyen Vinh from pexels
petani kapas memanen kapas untuk industri tekstil-photo by Quang Nguyen Vinh from pexels
Fast fashion sendiri merupakan salah satu strategi bisnis dalam industri fesyen yang dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen akan barang-barang fesyen dalam jangka waktu yang cepat. Ia muncul sebagai respon atas kebutuhan gaya hidup berpakaian yang tidak ingin ketinggalan tren fesyen keluaran terbaru dari berbagai brand. 

Hal ini kemudian memunculkan konsep fesyen "siap pakai" yang mengimplementasikan tren desainer nasional maupun internasional dalam bentuk pakaian atau barang fesyen lainnya dengan harga dan akses yang lebih terjangkau serta dalam jumlah massal.

Awalnya, fenomena fast fashion dianggap sebagai model bisnis yang inovatif dengan manajemen jaringan produksi dan distribusi yang efektif dan efisien. Namun, di kemudian hari ditemukan fakta bahwa model bisnis ini bermasalah secara kode etik bisnis, terutama masalah ketenagakerjaan dan lingkungan.

Peristiwa Rana Plaza dan pengalaman pekerja di Addis Ababa yang saya sebut di atas, secara tidak langsung turut mengonfirmasi data yang bersumber dari Global Fashion Agenda & The Boston Consulting Group dkk yang dilansir oleh katadata.com, bahwa sebanyak lebih dari 50% pekerja di industri fesyen berkonsep fast fashion tidak dibayar sesuai upah minimum. Angka kecelakaan kerja pun tergolong tinggi dengan rata-rata 5,6 kasus cedera per 100 pekerja per tahun.

Dampak Lingkungan dari Industri Fesyen

tumpukan sampah pakaian di TPA-sumber foto: AFP diunduh dari beritasatu.com
tumpukan sampah pakaian di TPA-sumber foto: AFP diunduh dari beritasatu.com
Industri fesyen ditengarai berkontribusi besar terhadap perubahan iklim. Ini terjadi karena industri fesyen membutuhkan sumber daya yang besar di setiap prosesnya sehingga menghasilkan emisi karbon yang tidak sedikit.

Sebagian besar bahan pakaian terbuat dari kapas (cotton) sehingga membutuhkan pasokan kapas yang besar. Untuk memproduksi  1 kg raw cotton dibutuhkan air sekitar 7.000-29.000 liter. Padahal untuk membuat sehelai pakaian, tidak mungkin kan kalau hanya pakai 1 kg kapas?

Setelah dipanen, kapas masih harus dipintal, diwarnai dan diproses hingga jadi sehelai pakaian. Proses ini sendiri menghabiskan 100-150 liter air untuk setiap 1 kg serat kapas. 

Menurut laporan Komite Audit Lingkungan yang dibentuk oleh parlemen Inggris, untuk produksi 1 kemeja dan 1 celana jeans membutuhkan hingga 20.000 liter air. Jumlah ini, menurut mereka, sama saja dengan menghabiskan cadangan air bersih di Asia Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun