Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Rasulullah Saw Mendakwahkan Islam Ramah, Bukan Islam "Marah"

13 April 2022   15:00 Diperbarui: 13 April 2022   15:05 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Nabi Muhammad Saw-gambar oleh Andhika A, diunduh dari news.detik.com

"Sungguh pada pribadi Rasulullah, kamu dapati teladan yang agung bagi orang-orang yang mengharap ridha Allah, hari kemudian dan yang banyak mengingatnya-Nya"
-Surat Al-Ahzab (33): 21-

Rasanya tidak akan pernah cukup kata-kata untuk mendeskripsikan betapa agung dan mulianya akhlak Nabi Muhammad Saw.

Akhlak menjadi sesuatu yang krusial karena ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Jika keimanan ada di dalam hati sehingga hanya Allah SWT yang berul-betul mengetahui, akhlak adalah sesuatu yang paling mudah dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Ia bisa tampak dari cara kita berbicara, berjalan, duduk, memperlakukan orangtua, bermajelis dan sebagainya.

Akhlak juga menjadi sesuatu yang penting dalam dakwah Islam. Agama Islam dapat tersebar dan diterima di mana-mana karena didakwahkan dengan akhlak oleh Rasulullah Saw.

Lalu, bagaimanakah akhlak Rasulullah dalam berdakwah?

1. Tidak menghina orang yang salah

Dalam sahih Bukhari bab Salat Tahajud, Rasulullah pernah memberikan nasihat kepada para sahabat untuk tidak mengikuti si "Fulan" yang bangun malam tapi tidak salat. 

Dari sini kita belajar bahwa ketika Rasulullah hendak memberi nasihat dan contoh perbuatan seseorang yang tidak patut ditiru saja, Rasulullah tidak secara terang-terangan menyebut nama (menggunakan sebutan "Fulan/Fulanah") apalagi menghina dan mempermalukan orang tersebut di muka umum.

2. Selalu menyenangkan hati orang

Sebuah kisah rumah tangga Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim bin al-Hajjaj dalam sahihnya menyebutkan ketika Nabi pulang ke rumah Sayyidah Aisyah, lalu bertanya tentang ketersediaan makanan di rumahnya, ternyata tidak ada makanan yang bisa di makan. Namun, Nabi tidak marah dan justru membalas, "Ya, sudah kalau begitu saya puasa saja."

3. Mengedepankan baik sangka

Diriwayatkan oleh para ulama bahwa Nabi menetapkan hukum bagi mereka yang meninggalkan salat karena tidur atau lupa dengan meng-qadha salat. Meski para ulama menyakini dan mengamalkan hadis ini secara tekstual, ulama mazhab 4 sunni muktamad sepakat bahwa qadha diwajibkan bagi mereka yang meninggalkan salat dengan alasan apapun, baik yang tidak disengaja (tertidur atau lupa) maupun yang disengaja.

Sebagai ibadah wajib, idealnya seorang muslim tidak mungkin meninggalkan salat. Kalau pun meninggalkan, itu karena ketidaksengajaan. Begitulah Nabi mengajarkan Islam dengan berprasangka baik.

4. Tidak membalas laknat dengan laknat

Dikisahkan dalam riwayat Al-Bukhari bab al-Isti'dzan, seorang Yahudi datang ke rumah Nabi dan berucap, "kecelakaan bagimu, Muhammad". Mendengar suaminya dicela, Sayyidah Aisyah marah dan membalas, "bagimu juga kecelakaan dan laknat Tuhan".

Namun, Nabi malah bersikap tenang dan mengingatkan Aisyah untuk tidak marah serta melaknat orang Yahudi tersebut karena Allah mencintai kelemahlembutan dalam segala perkara.

5. Tidak menebar murka

Ketika Nabi mendakwahkan Islam kepada para raja, seperti Muqauqis (penguasa Mesir), Hiraqi (Raja Rum), Kisra (petinggi Persia), al-Mundzir (penguasa Bahrain), An-Najasyi (Raja Habasyah/Ethiopia), Nabi tidak menebarkan murka, melaknat dan menghakimi mereka sebagai raja yang zalim. 

Surat-surat Nabi kepada mereka juga selalu dibuka dengan salam penghormatan atas kedudukan mereka sebagai penguasa. Kata-kata yang digunakan pun santun, sama sekali tidak menunjukkan permusuhan.

Tentu saja masih banyak lagi contoh akhlak Nabi dalam berdakwah yang kalau dituliskan dalam artikel ini, saya yakin tidak akan cukup. Intinya adalah Nabi menyampaikan ajaran Islam melalui nasihat, keteladanan yang baik bahkan dengan bertukar pikiran atau diskusi.

Terhadap mereka yang berbeda agama, Rasulullah mengajarkan kita untuk bertoleransi. Piagam Madinah menjadi salah satu bukti bahwa Rasulullah pun menghormati hak-hak hidup orang non-muslim.

Terhadap mereka yang mencaci, membenci dan menyakiti, Rasulullah mengajarkan kita untuk mengampuni. Sebagaimana yang Rasulullah lakukan ketika penduduk Thaif menolak dakwah beliau dan melempari dengan batu hingga beliau terluka.

Ajaran agama yang disampaikan oleh Rasulullah Saw adalah Islam yang penuh cinta dan kasih sayang. Sementara berdakwah itu berarti menyeru dan mengajak orang lain pada kebaikan dan kebenaran.

Supaya orang yang diajak itu tertarik, seruan dan ajakan harus disampaikan secara baik-baik. Ingat, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menyempurnakan akhlak, bukan mengislamkan orang di seluruh dunia. Jadi, dakwah seharusnya tidak boleh memaksa apalagi sampai menggunakan ancaman dan kekerasan. Tugas kita sebagai umat (meski bukan pendakwah) adalah menunjukkan wajah Islam yang ramah melalui perilaku sehari-hari, sesuai yang dicontohkan oleh Nabi Saw. 

Rujukan: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun