Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bagaimana Kelestarian Hutan Mampu Memengaruhi Ketersediaan dan Kualitas Air Kita?

23 Maret 2022   18:01 Diperbarui: 24 Maret 2022   08:39 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 21 dan 22 Maret kemarin, secara berurutan, diperingati sebagai Hari Hutan dan Hari Air Sedunia. Hari peringatan keduanya yang berdekatan ini seolah memberi pesan tersirat mengenai eratnya hubungan antara kelestarian hutan dengan ketersediaan air bersih.

Sebesar 70% bagian dari bumi kita tertutupi oleh air. Sementara persentase air tawar yang dapat dikonsumsi oleh seluruh makhluk hidup di bumi hanya 3%.

Menurut para ilmuwan, total volume air di bumi diperkirakan mencapai 326 juta mil kubik atau 1,332 miliar kilometer kubik. Jumlah ini tergolong kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk bumi yang mencapai sekitar 7 miliar jiwa.

Setiap makhluk hidup di bumi membutuhkan air. Manusia membutuhkan air untuk minum, memasak, mandi, mencuci bahkan dimanfaatkan untuk berbagai ritual peribadatan, seperti berwudhu bagi umat Islam, pembaptisan bagi umat Kristen dan Katholik, ritual melasti bagi umat Hindu di Bali dan sebagainya.

Tubuh manusia pun sekitar 60%-70% nya terdiri dari air. Kekurangan asupan air pada tubuh manusia dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan tubuh lemas, pusing, terganggunya beberapa fungsi tubuh bahkan menimbulkan kematian jika tidak segera ditangani.

Ironisnya, ada sekitar 1 miliar penduduk dunia yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Keadaan ini memaksa mereka untuk mengonsumsi air kotor yang berbahaya bagi kesehatan.

Sementara itu, hutan yang memiliki fungsi menjaga persediaan dan kualitas air, mengalami deforestasi akibat pembangunan yang tidak mengindahkan dampak sosial, budaya, ekonomi dan ekologi. Akibatnya, di beberapa wilayah, manusia kerap mengalami kekurangan air pada musim kemarau dan kelebihan air pada musim hujan.

Peran Hutan dalam Menjaga Pasokan dan Kualitas Air

Hutan memiliki peran krusial dalam memasok kebutuhan air dunia, mulai dari kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri hingga ekologi.

Hutan berperan dalam menjaga ketersediaan dan kualitas air di daerah aliran sungai (DAS) yang berkontribusi signifikan terhadap kemakmuran dan kesejahteraan manusia.

Sekitar sepertiga dari kota-kota besar di dunia, seperti New York, Tokyo, Bogota, Barcelona, Mumbai dan sebagainya, menggantungkan kebutuhan airnya pada hutan. Kebutuhan air di pusat-pusat kota diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan populasi penduduk yang bertambah.

Perubahan iklim berdampak pada perubahan arus air dan memengaruhi ketersediaan sumber daya air. Oleh karena itu, hutan merupakan garda terdepan dalam mengurangi dampak perubahan iklim.

Deforestasi besar-besaran dapat memengaruhi pola curah hujan dan meningkatkan intensitas terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung.

Di musim kemarau, hal ini dapat memicu terjadinya bencana kekeringan yang berlanjut pada gagal panen dan kelaparan.

Pelestarian hutan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya erosi tanah dan tanah longsor, terutama di daerah yang rawan degradasi tanah atau daerah dataran tinggi. Akar-akar pepohonan di hutan mampu menyerap dan menahan laju air hujan agar tidak menyebabkan banjir di daerah hilir.

Kerusakan Hutan Primer dan Hilangnya Tutupan Hutan

Kelestarian hutan menjadi hal yang vital dalam menjaga persediaan dan pasokan air bersih bagi umat manusia.

Hutan yang terjaga kelestariannya mampu bertindak sebagai regulator air sehingga ia mampu mengatur, menyokong proses alami dan menyediakan air bersih.

Di Indonesia dan mungkin di negara lain, alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan industri, pertambangan, perkebunan sawit dan lain-lain telah membuat debit air sungai, rawa dan danau yang menjadi sumber air bersih bagi masyarakat sekitar menyusut.

Tidak jarang air ikut tercemar limbah sehingga menjadi kotor, berbau dan mematikan organisme yang hidup di perairan tersebut. Padahal selain dimanfaatkan sebagai sumber air bersih, masyarakat juga kerap memanfaatkan perairan sekitar untuk menunjang kegiatan ekonomi, seperti untuk irigasi, budidaya ikan dan sebagainya.

Data terbaru dari University of Maryland yang dikutip dalam situs World Research Institute menunjukkan bahwa daerah tropis mengalami kehilangan tutupan hutan sebanyak 12,2 juta hektar selama tahun 2020. Di tahun yang sama pula tingkat kehilangan hutan primer meningkat 12% dari tahun sebelumnya.

Tahun itu merupakan tahun kedua secara berturut-turut di mana kehilangan hutan primer semakin parah di daerah tropis. Indonesia sendiri bertengger di urutan keempat dunia dengan tingkat kehilangan hutan primer 270.057 hektar pada 2020.

grafik 10 negara dengan tingkat kehilangan hutan primer tertinggi selama 2020-tangkapan layar dari situs research.wri.org
grafik 10 negara dengan tingkat kehilangan hutan primer tertinggi selama 2020-tangkapan layar dari situs research.wri.org
Kerusakan hutan primer dan hilangnya tutupan hutan menyebabkan peningkatan suhu global. 

Hasil monitoring yang dilakukan oleh BMKG di stasiun pengamatan Global Atmosphere Watch Kototabang menunjukkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia telah mencapai 411,1 ppm pada awal tahun 2021. 

Meski masih di bawah rata-rata global yang mencapai 415,0 ppm, angka tersebut telah naik secara signifikan sejak tahun 2004. Saat itu konsentrasi GRK masih di angka 372,1 ppm. 

Oleh karena itu, berbagai negara berkomitmen untuk menekan kenaikan suhu global agar tidak lebih dari 2C.

Kenaikan suhu bumi yang mencapai lebih dari 2 derajat Celsius dapat memperparah dampak perubahan iklim, seperti banjir yang terjadi lebih sering dan besar, kekeringan, kelaparan, rusaknya ekosistem, kepunahan pada seluruh rumpun makhluk hidup sekitar 20%-50% dan meningkatnya permukaan air laut akibat es di kutub yang terus mencair.

Wasana Kata

Kelestarian hutan dan ketersediaan air bersih merupakan dua hal yang saling berhubungan. Hal ini terkait dengan fungsi hidrologis hutan yang berperan sebagai tempat penyimpanan air dan mengatur daur air tanah atau mata air.

Kehilangan dan kerusakan hutan yang tidak diatasi dengan baik akan menimbulkan bencana serius bagi umat manusia di masa depan. Dampak perubahan iklim akan lebih parah dan berpotensi membuat manusia mengalami krisis air bersih.

Peringatan Hari Hutan dan Hari Air Sedunia yang berdekatan seharusnya membuat kita introspeksi, apa yang telah kita lakukan untuk menjaga keduanya. Tentu dengan posisi dan kapasitas kita masing-masing.

Kita bisa melakukannya dengan lebih bijak dalam menggunakan air. Matikan keran jika tidak dipakai, mengganti keran yang bocor, manfaatkan air bekas cucian beras atau sayur untuk menyiram tanaman, menampung air hujan sebagai cadangan air di musim kemarau dan sebagainya.

Sementara dari segi regulasi, kita berharap pemerintah benar-benar menjalankan komitmennya terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim dengan mengerem laju deforestasi.

Referensi : 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun