Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menakar Emisi Karbon dari Aktivitas Belanja Daring

23 Februari 2022   11:20 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:05 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak kebiasaan masyarakat di seluruh dunia, termasuk berbelanja.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh SIRCLO, transaksi e-commerce di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 90% dengan sekitar 12 juta pengguna baru sejak pandemi Covid-19 melanda.

Di seluruh dunia, penjualan daring mengalami peningkatan sebesar 27,6% hingga mencapai 4,280 triliun dolar AS pada tahun 2020, sedangkan total penjualan ritel global menurun sebesar 3%.

Sekilas, belanja daring dapat dikatakan lebih ramah lingkungan dan rendah emisi karbon karena online shop tidak memerlukan konsumsi listrik yang tinggi sebagaimana halnya pertokoan atau pusat perbelanjaan offline. Belanja daring juga dapat mengurangi pergerakan manusia ke pusat perbelanjaan, baik yang menggunakan transportasi pribadi maupun umum.

Sebagai ilustrasi, para kurir sebuah supermarket di Inggris rata-rata melakukan pengiriman barang ke 120 titik lokasi pengantaran untuk 1 kali rute perjalanan dengan total jarak 80 km. 

Aktivitas ini menghasilkan emisi karbon sebesar 20 kg CO2eq. Jumlah emisi karbon tersebut 24 kali lipat lebih rendah dibandingkan emisi karbon yang dihasilkan oleh 1 konsumen rumah tangga yang menempuh perjalanan ke supermarket dengan total jarak pergi-pulang 21 km.

Namun, kenyataan di lapangan tidak selalu seperti itu.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dari tiga metode belanja, yaitu belanja secara konvensional di toko fisik, belanja daring dengan mengambil sendiri barang di toko fisik, dan belanja daring dengan barang diantarkan oleh kurir, belanja konvensional merupakan yang paling rendah emisi karbon.

Korelasi antara belanja daring dan luring dengan emisi karbon yang dihasilkan tidak sesederhana teorinya. Ia merupakan hal kompleks yang berhubungan dengan berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan sistem bisnis e-commerce itu sendiri maupun karakter atau kebiasaan belanja konsumen.

Lalu, faktor apa saja yang memengaruhi jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari belanja daring?

1. Jarak tempuh dan moda transportasi

Ketika berbelanja secara daring, pengiriman barang biasanya dilakukan oleh penyedia layanan. Aktivitas ini menimbulkan lalu lintas barang oleh manusia sehingga menghasilkan emisi karbon dari penggunaan bahan bakar alat transportasi. Jarak tempuh dan moda transportasi yang digunakan berpengaruh terhadap emisi karbon yang dihasilkan.

Penelitian dari perusahaan asal Kanada, Greenstory, menyatakan bahwa pengiriman barang melalui transportasi udara menghasilkan emisi 3 kali lebih besar daripada pengiriman melalui transportasi laut dan darat.

Dalam banyak kasus, sering terjadi kurir tidak langsung berhasil mengantarkan barang dalam 1 kali perjalanan. Entah karena alamat pengiriman yang kurang jelas sehingga kurir salah mengambil rute jalan, penerima tidak di rumah dan rumah kosong sehingga kurir harus bolak-balik dan sebagainya. Hal ini tentu menghabiskan lebih banyak bahan bakar sehingga emisi karbon yang dihasilkan lebih banyak.

Selain itu, rantai pasok yang panjang hingga sampai pada konsumen juga menghasilkan emisi karbon lebih banyak, termasuk saat proses penggudangan (warehousing) yang membutuhkan konsumsi energi listrik yang tinggi.

2. Pengiriman kilat

Pemesanan barang secara daring dari berbagai online shop yang berbeda dengan memanfaatkan layanan pengiriman kilat justru menjadi penyumbang terbesar dalam peningkatan emisi karbon. 

Ini karena pihak distributror atau online shop lebih memprioritaskan kecepatan pengiriman sehingga tidak punya cukup waktu untuk menyortir dan menggabungkan barang-barang dalam satu angkutan agar lebih efisien. Akibatnya akan lebih banyak kendaraan yang lalu lalang mengantarkan barang dalam sehari.

Bayangkan kalau satu orang misalnya memesan 5 barang secara daring dari online shop berbeda, berapa banyak kurir dan transportasi yang hilir mudik mengantarkan barang pesanan orang tersebut dalam sehari? 

Itu baru satu orang. Bagaimana jika diakumulasi dengan konsumen lain?

3. Retur pembelian atau pengembalian barang oleh konsumen

Peningkatan emisi karbon dapat terjadi ketika konsumen melakukan retur atau pengembalian barang. Hal ini biasa terjadi pada pembelian pakaian. Alasannya bisa karena model, warna atau ukuran yang tidak sesuai dengan keinginan konsuen, kualitas barang yang tidak sesuai deskripsi penjual dan sebagainya.

Hasil penelitian dari Greenstory juga menunjukkan bahwa tingkat pengembalian barang oleh konsumen lebih tinggi pada belanja daring (30%) sedangkan pada belanja konvensional hanya 6%-8%.

Dari jumlah pengembalian pada belanja daring tersebut, sebanyak 20% nya menumpuk sebagai sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) karena tidak dapat dijual kembali.

4. Pengemasan

Peningkatan aktivitas belanja daring sebanding dengan peningkatan jumlah sampau plastik di TPA karena pengemasan paket barang yang berlapis.

Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sampah plastik yang dibuang ke TPA memang tidak terlalu besar. Namun, sampah plastik merupakan sampah yang sulit terurai sehingga dapat mencemari tanah dan perairan. 

Jika dibakar, ia akan melepaskan senyawa karbon yang terkandung dalam plastik ke atmosfer sehingga mencemari udara, menimbulkan efek rumah kaca dan mengganggu kesehatan manusia.

Jadi, apa yang harus konsumen lakukan untuk mengurangi emisi karbon dari aktivitas belanja daring maupun luring?

1. Berikan alamat atau lokasi pengiriman yang lengkap dan jelas kepada kurir

Selain memudahkan kurir dalam mengantarkan barang, kurir tidak perlu berputar-putar karena tersasar, terlewat, dan sebagainya sehingga lebih hemat bahan bakar serta mengurangi emisi karbon.

2. Pertimbangkan apakah di rumah ada orang yang menerima paket atau tidak

Kurir bisa jadi harus bolak-balik karena ketika barang sudah diantarkan ternyata rumah sedang kosong. Jika hendak bepergian dan tidak ada siapa-siapa, mungkin Anda bisa meninggalkan pesan di depan pintu rumah di mana paket tersebut harus ditaruh.

3. Sebisa mungkin hindari memanfaatkan layanan pengiriman kilat

Apakah barang tersebut merupakan kebutuhan mendesak sehingga harus segera sampai? Jika tidak, sebaiknya gunakan saja layanan pengiriman reguler.

Konsumen juga dapat berkontribusi mengurangi jejak karbon dengan membeli beberapa produk dari penjual yang sama agar pengirimannya bisa dijadikan satu dan sekali angkut untuk satu lokasi pengiriman.

4. Perhatikan deskripsi produk dan segala ketentuannya secara teliti

Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalkan pengembalian barang akibat barang yang didapat tidak sesuai keinginan. 

Jangan pula mudah tergiur untuk berbelanja hanya karena barang bisa dikembalikan secara gratis. 

Ingat, pengembalian barang oleh konsumen bisa berdampak buruk, baik bagi lingkungan maupun bisnis daring itu sendiri karena meningkatnya biaya operasional untuk pengelolaan dan pengolahan barang-barang yang dikembalikan oleh konsumen.

5. Menggunakan transportasi ramah lingkungan

Konsumen yang berbelanja secara luring tetap dapat mengurangi jejak karbon dengan menggunakan transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti berjalan kaki atau bersepeda, jika jarak ke toko atau pasar dekat.

Konsumen juga bisa menerapkan trip chaining ketika bepergian, misalnya dengan berbelanja di toko atau pasar yang searah jalan pulang setelah dari kantor.

6. Membawa kantong belanja sendiri untuk mengurangi pemakaian kantong plastik

Sementara itu, bisnis e-commerce bisa beralih kepada moda transportasi yang lebih ramah lingkungan untuk pengantaran barang, misalnya menggunakan kendaraan listrik seperti di wilayah Jabodetabek atau bersepeda untuk pengantaran makanan seperti di beberapa kota di Eropa. 

Penjual juga sebaiknya mulai menyediakan kemasan yang lebih ramah lingkungan, seperti kantong kertas, tas kanvas, besek atau keranjang bambu, sebagai pengganti plastik dan styrofoam. 

Rujukan: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun