Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kebakaran Hutan, Faktor Alam atau Manusia yang Lebih Sering Jadi Penyebabnya?

28 September 2021   17:20 Diperbarui: 28 April 2022   05:49 5744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kebakaran hutan | photo by Vladyslav Dukhin from pexels

Musim kemarau atau musim panas sering disertai dengan kebakaran hutan. Ditambah lagi dengan adanya cuaca esktrem, gelombang panas dan hembusan angin yang kering menyebabkan kebakaran menjadi lebih parah dan api lebih sulit ditangani. 

Di Indonesia, kebakaran hutan yang biasa terjadi di beberapa wilayah, seperti di Pulau Kalimantan dan Sumatera menimbulkan kabut asap yang mengganggu kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Bahkan tidak jarang kabut asap tersebut turut dirasakan oleh penduduk negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

Tidak hanya di Indonesia, kebakaran hutan juga melanda beberapa negara di benua Amerika dan Eropa, terutama dalam kurun waktu setahun terakhir ini. 

Menurut laporan dari California Department of Forestry and Fire, sebelumnya ada lebih dari 7.000 kebakaran hutan terjadi di California, Amerika Serikat sepanjang 2021. Kebakaran hutan juga menghancurkan lahan hingga 7.770 km persegi. 

Akibat kebakaran hutan inilah, sejak Minggu, 19 September 2021 lalu, pohon "The General Sherman" (sejenis pohon sequoia) yang merupakan pohon tertua di dunia, sampai dilapisi alumunium foil untuk melindungi pohon tersebut dari kebakaran hutan yang melanda Taman Nasional Sequoia pada 2020 lalu.

Kebakaran hutan masif yang melanda Australia pada tahun yang sama hampir memunahkan spesies tumbuhan pinus Wollemi yang berstatus terancam punah. 

Kebakaran yang disebabkan oleh kekeringan dan suhu panas hingga mencapai 40 derajat celcius itu telah membakar hingga 7,3 miliar hektare lahan.

Kebakaran hutan juga terjadi di beberapa negara di Eropa selama 2021 ini, seperti Yunani, Turki hingga ladang gambut di wilayah lingkar Arktik.

Jika kebakaran hutan saja sudah begitu merusak dan membahayakan, maka kebakaran lahan gambut akan lebih berbahaya dan sulit dikendalikan. 

Pasalnya tanah gambut memiliki kandungan karbon yang tinggi sehingga apabila terjadi kebakaran, emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer akan lebih banyak. 

Seperti halnya kebakaran ladang gambut di lingkar Arktik yang dapat melepaskan hingga 244 megaton karbon dioksida. Jumlah itu tercatat sebagai rekor terbesar dengan persentase 35% lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. 

Tumbuhan yang Dapat Beradaptasi di Tengah Kebakaran Hutan

ilustrasi pohon sequoia, salah satu tumbuhan yang dapat bertahan dari kebakaran hutan di California, AS | photo by Laura Camp from canopy.org
ilustrasi pohon sequoia, salah satu tumbuhan yang dapat bertahan dari kebakaran hutan di California, AS | photo by Laura Camp from canopy.org

Hampir semua sepakat bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan, kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat. Namun tahukah Anda bahwa ada tumbuhan yang dapat beradaptasi di tengah kebakaran hutan?

Laman BBC Future dalam artikelnya yang berjudul Five Myths About Wildfires menyebutkan bahwa kebakaran juga memiliki peran krusial dalam keberlangsungan suatu ekosistem selama ribuan tahun dan adanya kehidupan yang berkembang setelah kebakaran terjadi.

Contohnya seperti yang terjadi pada pohon sequoia dan tusam (Pinus merkusii) di mana kebakaran atau panas api dan suhu tinggi dapat membantu perkembangbiakan tumbuhan ini. 

Keduanya termasuk jenis konifer atau tumbuhan runjung, yaitu sekelompok tumbuhan berbiji terbuka (tumbuhan yang bijinya tidak dilindungi oleh bakal buah) yang memiliki runjung sebagai organ pembawa biji.

Agar dapat berkembang biak, pohon sequoia dan tusam membutuhkan panas api untuk dapat memecahkan kulit biji yang keras sehingga biji dapat berkecambah dan menjadi semai anakan baru.

Erupsi gunung berapi yang memuntahkan beberapa material, seperti lahar, gas pyroclastic flows dan awan panas dapat menyebabkan kebakaran yang turut menghanguskan tumbuhan-tumbuhan yang hidup di sekitarnya.

Namun kebakaran yang ditimbulkan oleh awan panas juga dapat mendorong terjadinya suksesi sekunder. 

Suksesi sekunder terjadi jika masih tersisa beberapa individu tanaman yang masih hidup, bertunas atau tersisa warisan biologisnya pasca erupsi atau kebakaran akibat awan panas.

Lahan yang gundul akibat erupsi dan tertutupi lahar yang mengeras, perlahan-lahan akan retak. Dari retakan itulah muncul tumbuhan pionir, seperti lumut dan paku-pakuan, yang dapat memfasilitasi tumbuhnya tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan berbiji yang berkembang biak secara seksual) lain di area tersebut.

Manakah yang Lebih Sering Menjadi Penyebab Kebakaran Hutan? 

Kebakaran hutan adalah kebakaran dalam skala besar, cakupan area yang luas yang tejadi secara cepat dan tidak terkontrol. Pada dasarnya kebakaran hutan dapat disebabkan oleh faktor alam dan ulah manusia.

Adapun faktor alam yang dapat menyebabkan kebakaran hutan, seperti sambaran petir, erupsi gunung berapi dan perubahan iklim atau lebih tepatnya karena pemanasan global yang menyebabkan suhu bumi meningkat. 

Sedangkan aktivitas manusia yang dapat menyebabkan kebakaran hutan antara lain adalah kebiasaan membuang puntung rokok yang masih menyala di sekitar hutan, api unggun sisa berkemah yang tidak dimatikan dengan benar, pembakaran sampah, pembukaan lahan (biasanya untuk perkebunan kelapa sawit/kopi/coklat dan untuk kepentingan industri lainnya), penebangan liar dan sebagainya.

Meskipun kebakaran hutan bisa terjadi karena faktor alam, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor manusialah yang lebih sering menjadi penyebabnya. Adapun salah satu faktor alam berupa perubahan iklim yang memicu pemanasan global, sebenarnya itu juga  disebabkan oleh aktivitas manusia yang banyak menghasilkan jejak karbon (bahkan sudah dalam kadar yang berlebihan).

Sebagaimana yang tertulis pada sub bab sebelumnya, panas api dan suhu tinggi memang tidak sepenuhnya buruk karena dapat membantu perkembangbiakan tumbuhan tertentu. Namun intensitas kebakaran yang terlalu tinggi dan suhu yang terlalu panas akan membuat keberlangsungan hidup tumbuhan tersebut semakin terancam. Dan inilah yang tengah dialami oleh sejumlah pohon sequoia di California, AS serta spesies tumbuhan lain yang bernasib serupa. 

Padahal peran hutan sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan kepunahan suatu spesies tumbuhan atau hewan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. 

Ketika keseimbangan itu rusak, siapa lagi yang akan merasakan kerugian di masa depan kalau bukan manusia sendiri?

Referensi : 1, 2, 3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun