Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perlukah Cancel Culture sebagai Sanksi Sosial?

13 September 2021   10:41 Diperbarui: 29 Maret 2022   01:12 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun tidak semua artis mengakui tuduhan tersebut, kasus itu telah meningkatkan kesadaran publik akan perilaku kekerasan seksual yang kemudian diikuti dengan kemunculan tagar #MeToo, di mana masyarakat didorong untuk menyuarakan pengalamannya terkait berbagai bentuk kekerasan seksual yang pernah diterima.

Sejak saat itu banyak artis ikut di-cancel atau diboikot. Salah satunya adalah Kevin Spacey yang pada bulan Oktober 2017 menerima 16 tuduhan pelecehan seksual. Akibatnya Spacey disingkirkan dari posisi pemain dan eksekutif produser House of Cards.

Di Indonesia, sebelum ramai aksi boikot Saipul Jamil, Karin Novilda atau Awkarin juga pernah di-cancel masyarakat pada Oktober 2019 lalu. 

Hal itu berawal dari seorang ilustrator bernama Nadiyah Rizki S yang mengkritik Awkarin karena telah mencuri hak intelektual dari seniman-seniman di Pinterest dengan mengunggahnya di instagram Awkarin (@awkarin) pada awal ketenarannya. 

Nadiyah pun menuntut Awkarin untuk mengakui kesalahannya dan membayar sejumlah royalti pada seniman-seniman tesebut.

Sisi Positif dan Negatif Cancel Culture

Kita mungkin berpikir kalau cancel culture ini kejam. Apalagi jika harus berhadapan dengan warganet +62 yang bar-bar. 

Jadi, cancel culture itu sebenarnya baik atau buruk?

Cukup sulit sebenarnya untuk mengatakan apakah cancel culture itu baik atau buruk. Karena kita juga harus melihat konteksnya.  

Menurut pandangan dangkal saya, cancel culture bisa bernilai positif jika bertujuan untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan agar di kemudian hari tidak mengulangi perbuatannya. Cancel culture bisa menjadi alat mobilisasi massa yang akan mendorong si pelaku untuk mendapat sanksi hukum dan korban mendapat keadilan.

Cancel culture bisa menjadi pelajaran dan alarm peringatan bagi semua orang bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi yang kerap digembar-gemborkan itu sebenarnya juga mengandung konsekuensi dan tanggung jawab. 

Maka berhati-hati terhadap tindakan, ucapan atau unggahan di media sosial itu perlu. Tidak semua hal bisa dan boleh kita lakukan/ucapkan/unggah ke ranah publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun