Teman Anda curhat bahwa ia sebenarnya sudah tidak tahan menjalin hubungan dengan pacarnya yang toxic. Ia pun bertanya pada Anda apa yang sebaiknya dia lakukan.Â
Sebagai teman yang baik dan tidak tega melihatnya "makan hati" terus, Anda menasihatinya dengan penuh kata-kata bijak. Anda juga menyarankan pada teman Anda untuk putus saja dan cari orang lain yang lebih baik.
Sementara Anda sendiri yang sebenarnya sama-sama berada dalam hubungan yang beracun, masih saja membucinkan diri dengan alasan "sudah terlanjur sayang" atau "aku yakin dia bisa berubah".
Pernahkah Anda mengenal orang seperti itu? Atau jangan-jangan Anda sendiri pelakunya?
Inilah yang kemudian disebut sebagai Solomon's Paradox atau Paradoks Solomon.Â
Paradoks Solomon adalah suatu keadaan di mana seseorang pandai memberi saran atau nasihat atas masalah orang lain namun tidak bisa menerapkan nasihat atau saran itu untuk masalahnya sendiri.
Istilah ini diperkenalkan oleh seorang ilmuwan psikologi dari University of Waterloo, Kanada, bernama Igor Grossmann, yang terinspirasi dari kisah Raja Solomon, seorang raja ketiga bangsa Israel, yang terkenal akan kebijaksanaannya.Â
Namun, Raja Solomon sendiri berulang kali membuat keputusan yang buruk atas kehidupannya sehingga membuat kerajaannya berada pada ambang kehancuran.
Itulah mengapa orang yang memiliki dan memberi banyak kebijaksanaan untuk orang lain tapi tidak bagi dirinya sendiri, disebut dengan Paradoks Solomon.
Mengapa Menasihati Orang Lain Lebih Mudah Daripada Menasihati Diri Sendiri?
Ada dua jawaban paling memungkinkan untuk menjawab pertanyaan ini.
Pertama, bisa jadi kita pernah mengalami masalah yang sama dengan orang tersebut. Oleh karena itu, kita mencoba berbagi pengalaman agar orang tersebut dapat mengambil hikmah dan menemukan solusi atas masalah yang sedang dihadapinya.
Misalnya, teman Anda curhat dan minta saran bagaimana menghadapi pacarnya yang pencemburu. Berhubung Anda juga punya pacar yang pencemburu, Anda akan lebih paham bagaimana perasaan teman Anda dan bisa berbagi pengalaman atau saran yang bermanfaat. Siapa tahu hal itu bisa membantu.
Kedua, bisa jadi kita tidak sedang atau pernah mengalami masalah serupa sehingga kita akan mencoba bersikap netral.
Orang yang sedang ada masalah, kadang emosinya tidak stabil sehingga kurang mampu berpikir jernih. Membuat keputusan dalam kondisi seperti ini tentu akan merugikan diri sendiri. Oleh karena itu, mereka seringkali meminta nasihat pada orang lain.
Kita yang berada dalam kondisi psikis yang relatif lebih stabil, ketika dimintai nasihat, tentu akan lebih jernih dan objektif dalam memandang suatu persoalan.
Itulah sebabnya kita lebih mudah memberi nasihat atas persoalan hidup orang lain dibandingkan persoalan hidup sendiri.Â
Pentingnya Menasihati Diri SendiriÂ
Pernahkah Anda berpikir untuk menasihati diri sendiri? Sulitkah menerapkan nasihat yang pernah Anda berikan ke orang lain dalam kehidupan Anda?
Supaya Anda tidak terjebak pada Solomon's Paradox, Anda perlu menyediakan waktu sejenak untuk merenung dan menasihati diri.
Mengapa hal ini penting?
- Mencegah diri kita agar tidak merasa benar sendiri
Sering dimintai nasihat atau saran oleh orang lain, tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Karena dari sekian banyak orang yang ia kenal, kita telah dipercaya sebagai teman curhat yang mampu memberi nasihat bijak. Sering memberi nasihat bijak pada orang lain seharusnya tidak membuat kita merasa paling benar.
Sesekali cobalah renungkan, dari sekian banyak nasihat yang kita berikan pada orang lain, berapa yang sudah kita terapkan dalam hidup kita? - Membiasakan diri untuk berpikir terbuka terhadap beragam sudut pandang
Dengan menasihati diri sendiri, kita akan lebih terbuka dan mampu menilai suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Kita juga akan lebih bisa menghargai sudut pandang orang lain yang barangkali sangat berbeda dengan yang kita pikirkan. - Melatih diri untuk tidak anti kritik
Merenungkan kesalahan-kesalahan kita, mengkritik lalu menasihati diri sendiri, akan membuat kita lebih mudah menerima beragam nasihat. Mau itu nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut sampai kritik yang pedasnya melebihi Bon Cabe level 15. Kita tidak akan mudah baper oleh kritik. Karena ketika ada orang yang mengkritik kita, itu artinya ia peduli.
Tanpa ada yang mengkritik, kita tidak akan tahu apakah yang kita lakukan benar atau salah. Kalau kita tidak tahu kesalahan apa yang kita lakukan, bagaimana kita mau memperbaiki diri? - Sebagai salah satu bentuk self-love
Self-love atau mencintai diri sendiri mengharuskan kita untuk mampu memperlakukan dan menerima diri dengan baik dan apa adanya.
Ketika kita bisa mencintai diri sendiri, kita akan paham tentang siapa kita, apa yang disukai dan dibenci, apa yang ditakutkan, apa yang dibutuhkan, kekuatan dan kelemahan, impian-impian kita, dan sebagainya.
Dengan demikian, kita tidak akan membiarkan apapun atau siapa pun mengendalikan hidup kita. Saat kita mengalami kejadian buruk, kelelahan, stres, kita akan lebih mudah berdamai dengan diri dan keadaan. - Lebih tangguh dan mandiri dalam menghadapi beragam situasi
Manusia memang makhluk sosial yang terkadang butuh bantuan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Tapi, tidak selamanya kita bisa bergantung pada bantuan orang lain. Termasuk dalam hal meminta nasihat. Ada beberapa masalah yang tidak seharusnya diceritakan ke pihak lain karena terlalu sensitif, seperti masalah rumah tangga.
Jika kita terbiasa menasihati diri sendiri, kita akan lebih tangguh dan mandiri dalam menghadapi situasi-situasi sulit. - Lebih bijak dalam memberi nasihat kepada orang lain
Memberi nasihat ke orang lain tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Kita juga harus peka dan mampu menempatkan diri dengan baik. Jangan bersikap sok tahu. Karena sebenarnya orang yang curhat itu belum tentu mau minta nasihat. Bisa saja ia cuma mau didengarkan.
Daripada sok tahu, sebaiknya kita tanyakan saja dulu, apa yang ia butuhkan. Kalau pun ia memang meminta nasihat, setidaknya kita tidak akan memberikan nasihat yang merugikan.
Menasihati orang lain adalah suatu hal yang bisa dilakukan siapa saja. Tapi, kita juga harus ingat bahwa kita punya persoalan hidup yang harus dihadapi dan diselesaikan. Kita pun dituntut untuk mampu membuat keputusan dari berbagai macam pilihan. Lengkap dengan konsekuensinya.Â
Jika kita mampu melihat masalah orang lain dengan bijak dan memberi nasihat pada mereka, mengapa kita tidak menerapkan hal yang sama pada masalah kita?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H