Quarter life crisis adalah fase hidup yang wajar dialami oleh dewasa muda usia 20-30-an. Mengenai pengertian dan fase-fase dalam quarter life crisis pernah saya jelaskan dalam artikel berikut.Â
Tapi, apa sih yang membuat seseorang mengalami quarter life crisis?
Quarter life crisis erat kaitannya dengan krisis identitas dan insecurity. Dan ini sering diakibatkan oleh kebiasaan kita yang suka membanding-bandingkan pencapaian diri dengan orang lain.
Kita membandingkan diri kita dengan teman kita yang sudah menduduki jabatan manager di usia yang masih muda. Sementara kita hanya karyawan biasa dengan gaji UMR.
Kita membandingkan diri kita dengan teman kita yang sering jalan-jalan ke luar negeri dan bisa beli barang-barang branded. Sementara kita masih harus mikir ribuan kali untuk sekadar belanja baju, skin care atau aksesoris yang unyu-unyu di online shop.
Kita membandingkan diri kita dengan teman kita yang sudah menikah dengan orang yang dicintainya. Kebahagiaan mereka bertambah lengkap dengan kehadiran seorang anak. Sementara kita tidak hanya terlatih ditinggal nikah teman-teman seangkatan, namun juga terlatih ditinggal nikah mantan.
Pokoknya pencapaian orang lain selalu terlihat lebih "wow" di mata kita. Lantas ini semua membuat kita merasa menjadi manusia gagal.
Quarter Life Crisis Sebagai Titik Balik
Sebagaimana anak-anak muda pada umumnya, saya punya banyak keinginan dan cita-cita. Ingin jadi ini, ingin punya itu, ingin mencapai anu.
Pokoknya nggak mau kalah deh sama yang lain.
Hanya karena saya iri terhadap pencapaian teman-teman saya yang biasa mereka pamerkan di sosial media, saya merasa seolah saya harus begitu juga jika ingin terlihat keren.Â
Saya merasa harus membuktikan pada orang-orang bahwa saya mampu dan hebat supaya tidak ada lagi orang yang berani meremehkan saya.