Jadi, perempuan yang belum menikah dan perempuan yang sudah menikah tapi tidak memiliki anak biologis dianggap sebagai perempuan yang tidak 'utuh' (not true woman). Sebab, katanya perempuan itu kodratnya adalah menjadi istri dan ibu.
Menjadi ibu disini maksudnya tentu saja harus melahirkan dan membesarkan anak sendiri. Punya anak biologis.Â
Anak tiri, anak angkat, anak ideologis apalagi anak tetangga, tidak masuk hitungan. Maka, kalau kodrat itu belum atau tidak terpenuhi, bisa diartikan ia less feminine, belum menjadi perempuan sejati.Â
Belum lagi kalau berhadapan dengan kelompok yang suka mengancam pakai ayat-ayat kitab suci.Â
"Penghuni neraka itu paling banyak adalah perempuan."
Don't get me wrong. Saya bukannya anti agama. Tapi, apakah tidak ada cara lain yang lebih bijaksana dan menentramkan hati selain dengan membawa narasi azab dan ancaman neraka?Â
Terlepas dari konsekuensi agama atau sosial, sejatinya masyarakat kita belum terbiasa menghadapi individu-individu yang memiliki pilihan hidup berbeda dari kebanyakan orang.Â
Padahal kalau kita mau sedikit saja memahami perbedaan-perbedaan itu, bisa saja kita menemukan titik temu.Â
Barangkali kita dan dia memiliki concern yang sama terhadap permasalahan tertentu, hanya cara menghadapi dan menyelesaikannya yang berbeda.Â
Saya pakai cara A. Anda pakai cara B. Tapi, kita sama-sama peduli pada masalah C. Mungkin kan terjadi seperti ini?Â
Akhirnya jadi gumunan, latah, ikut-ikutan menghakimi mereka yang dianggap berseberangan dan berbeda dengan kelompok mayoritas.Â